Kamis, 26 Januari 2012

KONFUSIANISME DAN TAOISME


Pendahuluan
Kita sekarang menghadapi ancaman bencana lingkungan sebagai masalah global. Perlu direnungkan pendapat sosiolog Kanada John O’Neil bahwa kita mungkin adalah peradaban pertama dan mungkin sebagai yang terakhir. Memprihatinkan bahwa manusia sekarang ini seakan-akan tidak peduli pada lingkungan, dunia, dan habitat alamnya (John O’Neill, 1985: 12).
Bagaimana kita akan berusaha mencari solusi? Sungguhpun kita hidup di abad ke-21, mungkinkah kita mendapatkan inspirasi dari kearifan kuno tidak terkecuali filsafat China? Berbicara tentang filsafat China, perlu dicermati adakah butir-butir kearifan universal dari Konfusianisme dan Taoisme yang dapat kita manfaatkan untuk merumuskan kembali makna korelasi manusia dan alam?
Pembahasan berikut ini akan coba menelusuri seberapa besar sumbangan filsafat Konfusianisme dan Taoisme bagi pembentukan humanisme dan evironmentalisme dalam konteks kebudayaan China. Sejarah mencatat bahwa kebudayaan China telah berkembang meluas ke Asia Timur dan Tenggara, seperti ditunjukkan oleh sistem pengetahuan Feng Shui dan sistem pengobatan akupunktur misalnya. Perlu dipertimbangkan kelebihan dari cara pandang holistik untuk melihat satu masalah dengan logika korelasi.

II.    Asal-mula dan Perkembangan Kebudayaan China
Terdapat banyak mitologi dan cerita tentang asal-mula kebudayaan China serta tokoh legendarisnya seperti Kaisar Kuning (Huang Ti) yang membuat senjata dari batu Giok, istrinya memperkenalkan cara pemeliharaan ulat sutera, dan Yu terkenal karena berhasil mengatasi banjir-banjir besar. Menurut cerita, Yu mendirikan dinasti China yang pertama, yaitu dinasti Hsia yang berkuasa dari kira-kira abad ke-21 sampai abad ke-17 S.M. Dinasti Hsia ini kemudian diganti oleh dinasti Shang yang berkuasa sampai abad ke-11 S.M., dan dinasti Shang merupakan dinasti China historis yang pertama karena ada tulisan, perunggu dan tulang-tulang ramalan yang secara ilmiah telah ditentukan berasal dari periode ini (Lie Tek Tjeng, 1977: 270-274).
Kemudian menyusul dinasti Chou yang mempunyai dua periode yang terkenal dalam sejarah Cina, yaitu: Periode Catatan Musim Bunga dan Musim Rontok (Period of Spring and Autumn Annals) yang berlangsung dari 722 sampai 481 S.M. dan Periode Peperangan Antar Negara (Period of Warring States) yang berlangsung dari 403 sampai 221 S.M. Dinasti Chou adalah dinasti feodal dan pada masa kejayaannya raja Chou menguasai kerajaan-kerajaan tetangganya atau paling sedikit diakui sebagai primus inter pares (yang pertama di antara yang sama). Akan tetapi Periode Catatan Musim Bunga dan Musim Rontok menyaksikan menurunnya dinasti Chou dan kerajaan-kerajaan tetangganya yang sampai waktu itu mengakui supremasinya. Usaha sedemikian itu memuncak dalam Periode Peperangan Antar Negara, dan berakhir dengan jatuhnya dinasti Chou dan pembentukan Negara Kesatuan untuk pertama kali dalam sejarah China oleh Kaisar Shih Huang dari Negara Ch’in pada tahun 221 S.M.
Perlu diperhatikan bahwa kekacauan dalam bidang politik-militer juga menyebabkan kekacauan di bidang ekonomi-sosial, dan kekacauan total ini yang menggoncangkan masyarakat China dan nilai-nilai yang berlaku pada waktu itu menyebabkan orang untuk memikirkan cara-cara dan ide baru untuk memecahkan persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Banyak orang mengusulkan kepada raja-raja yang berkuasa, konsep-konsep dan ide-ide mereka untuk mengatasi kesulitan-kesulitan waktu itu dan cara yang terbaik untuk memerintah negara, sehingga timbul apa yang dikenal sebagai “Seratus Aliran Pemikiran” (the Hundred Schools of Thought).
Filsuf utama yang harus disebut adalah Konfusius, yang hidup antara 552 dan 479 S.M. Melihat kekacauan dan perebutan kekuasaan antara raja-raja pada waktu itu, ia menganjurkan ajaran harmoni antara manusia dengan alam maupun antara manusia dengan manusia. Sekiranya masing-masing bertindak dan menjalankan tugas sesuai dengan kedudukannya, maka tidak akan terjadi perebutan kekuasaan. Bukan hanya rumah tangga, tetapi negarapun akan menjadi tenteram. Sehubungan dengan itu, ajaran Konfusius menitik-beratkan upacara atau ritual untuk menentukan tempatnya kepada masing-masing: baik raja, menteri, maupun ayah, anak, suami dan isteri.
Menurut tradisi, ajaran Konfusius ini tercantum dalam Lima Klasik, yaitu: (1) Klasik Syair (Classic of Songs), (2) Klasik Sejarah (Classic of Documents), (3) Kalsik Perubahan (Classic of Change), (4) Catatan-catatan Musim Bunga dan Musim Rontok (Ch’un Ch’iu) dan (5) Klasik Tata Tertib (Record of Rituals). Kelima klasik tersebut dijadikan bahan pelajaran utama di sekolah-sekolah, maka ajaran Konfusius ini mempengaruhi dan membentuk cara berpikir dan cara bertindak manusia China.
Kemudian harus disebut Lao-tze Bapak Taoisme, para legalis Shang Yang dan Han Fei-tze yang menganjurkan suatu kerajaan pusat, dan pemerintahan berdasarkan hukum, Meng-tze, dan Hsun-tze yang menulis klasik tentang peperangan yang dipergunakan dengan sukses oleh antara lain Mao Tse-tung dalam memimpin strategi militer Partai Komunis China dalam abad ke-20.
Akan tetapi, meskipun terjadi kekacauan di bidang politik-militer dan ekonomi-sosial, bukan berarti bahwa kebudayaan semula berkembang di lembah sungai Kuning tidak meluas. Daerah di sebelah utara sungai Yang-tze pada abad ke-6 S.M. terbagi dalam beberapa kerajaan yang masing-masing berusaha untuk merebut hegemoni dari raja Chou dan menaklukkan tetangga-tetangganya. Akhirnya kerajaan Ch’in yang terletak di sebelah barat dari kerajaan Chou di lembah sungai Wei keluar sebagai pemenang dan membentuk negara kesatuan China pertama pada tahun 221 S.M.
Negara kesatuan pertama ini meliputi daerah di sebelah utara sungai Yang-tze dan tidak meliputi daerah yang dikenal sebagai Mongolia Dalam. Perluasan daerah negara China diteruskan di bawah dinasti-dinasti berikutnya, terutama dinasti Han dan dinasti T’ang. Di bawah dinasti Han (206 S.M. – 220) daerah China diperluas di sebelah utara sehingga meliputi apa yang dikenal sebagai Mongolia Dalam, di sebelah timur yaitu daerah Korea Utara, dan selatan yang meliputi Vietnam Utara, sedangkan di bawah dinasti T’ang (618-907) daerah Tibet dimasukkan ke wilayahnya.
Biarpun menurut pasang-surut sejarah China terjadi perubahan atau pergeseran perbatasan dalam abad-abad yang berikut, akan tetapi pada umumnya dapat dikatakan bahwa dengan masuknya Tibet pada abad ke-9 China sudah mempunyai perbatasan seperti dikenal sekarang. Dengan perkataan lain, kebudayaan yang mulai berkembang di lembah sungai Kuning dapat berkembang di daerah asia Timur yang cukup luas ini.

Pandangan Filsafat Cina tentang Kesatuan Manusia dan Alam
Filsafat China atau Sinism –meminjam istilah yang diperkenalkan oleh ahli Sinologi H. G. Creel—lazim digunakan untuk menspesifikasi atau meng-identifikasi sekelompok karakteristika unik bangsa China. Fenomena tentang Sinism ini tidak dibatasi pada satu daerah geografis RRC. Akan tetapi, lebih luas meliputi geografis Korea dan Jepang dimana logogram China digunakan. Bahasa logogram merupakan bentuk dan ungkapan alam pikiran Sinitic, wawasan yang lebih bercorak dunia-sini secara manifes, praktis, konkret, dan khusus ketimbang dunia-sana, spekulatif, abstrak dan umum. Alam pikiran Sinitic termanifestasi pada Konfusianisme, Taoisme dan Zen Buddhisme.
Apa karakter dari kesatuan manusia dan alam yang berakar dalam Sinism? Yaitu pengenalan moral dan peneguhan oleh setiap orang tentang keberadaannya dengan orang lain –bukan hanya hidup dan mati tetapi juga sebelum dilahirkan—dan dengan makhluk hidup dan tak hidup lainnya. Itu berarti hubungan timbal-balik mutlak, yang tidak perlu dipertanyakan, tidak dikualifikasikan dan ikatan khusus dari koeksistensi makhluk hidup dan benda, piety adalah sebuah kebajikan moral. Menggunakan bahasa Martin Bubber (1928) sebagai pengajar penting dari Tao –khususnya wu wei—sebagai spiritualitas kehidupan China yang akan menyeimbangkan etos utilitarian Barat (Martin Bubber, , ini merupakan hubungan “Aku-Engkau” ketimbang “Aku-Itu” dimana Aku dalam “Aku-Engkau” berbeda secara radikal dari Aku dalam “Aku-Itu”, karena itu Aku selalu dan niscaya dibentuk oleh kondisi eksistensial yang Lain sebagai pihak lain.
Berdasarkan perspektif Sinism, ecopiety merupakan tenunan moral dari laki-laki dan perempuan yang  menganyam bersama seluruh makhluk dan benda. Ini tersusun dari karakter yang dari humanisme dan karakter yin dari environmentalisme yang bersifat komplementer. Ringkasnya: sebagaimana Sinism merupakan kesatuan dari Konfusianisme yang ortodoks dan Taoisme yang heterodoks yang bersifat komplementer, maka ecopiety sebagai kesatuan dari humanisme dan environmentalisme juga bersifat komplementer. Dengan demikian:

    Ecopiety  =  Humanisme + Environmentalisme
       Sinism         Konfusianisme+Taoisme

Sinism mendefinisikan realitas sebagai proses sosial. Lalu apa tujuan akhir dari realitas sebagai proses sosial atau ecopiety sebagai hubungan timbal-balik mutlak? Tujuan akhirnya adalah harmoni yang tidak pernah statis tetapi selalu dinamis. Seperti dicontohkan pada musik atau alunan musik, harmoni dapat didefinisikan sebagai orkestrasi dari banyaknya perbedaan (Hwa Yol Jung, 1981: 329-340). Ini merupakan  perkumpulan dari beberapa hal sebagai satu kesatuan. Bagi Sinism, ada satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara etika dan estetika: baik dan indah bersinonim. Sebagaimana estetika merupakan harmoni dinamis antara manusia dan alam, demikian halnya baik hubungan harmonis antara sesama manusia: bukan hanya etika berdasarkan estetika, tetapi juga harmoni merupakan tema yang menyatukan etika dan estetika. Oleh karena itu, harmoni menjadi principium bukan hanya estetika tetapi juga antar manusia.
Harmoni terdiri dari 3 unsur dasar. Pertama adalah ide bahwa dunia atau alam semesta adalah pluralistik. Kedua, seluruh unsur dari dunia ini pluralistik yang berinterrelasi atau sinkronistik. Dengan demikian, harmoni mengacu pada  pengertian diferensiasi, perbedaan ontologis, dengan logika yang berfungsi adalah sebagai logika korelasi, bukan logika identitas. Dikatakan bahwa harmoni adalah kesatuan dari berbagai perbedaan, kemajemukan, dimana setiap unsur yang dilengkapi oleh setiap unsur yin. Harmoni merupakan predikasi atas perbedaan radikal dari pihak Lain, baik orang maupun barang. Dengan demikian ecopiety dikatakan sebagai kesatuan dari humanisme (yang) dan environmentalisme (yin) yang saling melengkapi. Rangkuman: Sinism menyumbang pada dua pilar ide bahwa (1) dimana tidak terdapat proses sosial, maka tidak ada realitas, dan bahwa (2) dimana tidak ada perbedaan, maka tidak ada proses sosial asli.

IV.    Humanisme Perspektif Konfusianisme
Humanisme adalah karakteristika Konfusianisme. Ini adalah perhatian dan penghormatan kepada laki-laki dan perempuan lain sebagai pribadi. Secara tradisional, model klasiknya dikenal dengan “filial piety” (hsiao)—kesetiaan seorang anak laki-laki kepada ayah atau orang tuanya. Humanisme mengacu pada ide manusia secara spesifik. Humanisme menolak baik antroposentrisme dan naturalisme karena keduanya berat sebelah dan tidak bijaksana dalam mengenali eksentrisitas manusia: antroposentrisme terlalu menghargainya, sementara naturalisme terlalu merendahkannya. Ungkapan in seperti dalam “man in nature” atau “man in the landscape” merupakan istilah ecstatic bahwa, sebagai makhluk mempunyai keterarahan-diri, manusia bukan seonggok obyek semata atau materi. Manusia dapat disebut fana dari semua yang fana karena dia satu-satunya makhluk yang menyadari sepenuhnya akan kematiannya sebagai kejadian yang akan datang. Dengan cara yang sama, dapat dikatakan bahwa alam mempunyai sejarah tetapi tidak mengetahuinya, sedangkan manusia mengetahui bahwa dia mempunyai sejarah dan membuat sejarah pula.
Konfusianisme seringkali dikarakteristikan sebagai “humanisme praktis” karena kepeduluannya dengan seni praktis tentang kehidupan manusia dengan sesama dalam kehidupan dunia sehari-hari. Sebagai humanisme praktis, Konfusianisme memfokuskan perhatiannya pada manusia dan apa yang dilakukannya. Premis ini radikal bahwa akar dari manusia adalah dirinya sendiri. Konfusianisme mulai dan berakhir pada manusia: bagi Konfusius, tidak ada yang “di seberang humanisme”. Humanitas bertumpu pada manusia –humanitas dalam dua-serangkai arti manusia sebagai kolektivitas, dan kausalitas asli manusia –jen adalah pilar humanisme praktis Konfusius. Tanpa jen, tanpa mempraktikkannya, manusia tidak akan menjadi manusia seutuhnya. Menjadi seorang manusia (jen) adalah menjadi insani (jen): sesungguhnya, jen adalah jen. menurut Analect of Confusius Konfusius, jen adalah mencintai semua manusia dan chih (pengetahuan) adalah mengenal semua manusia. Inovasi Konfusius terletak dalam menjadikan jen “keutamaan universal” yang menjadi batas standar bagi “keutamaan” lain dalam relasi antar manusia. Jen juga disebut “keutamaan yang sempurna” atau apotheosis dari segala keutamaan seperti kebenaran (i), kesopanan (li), kebijaksanaan (chih) dan kepercayaan (hsin). Manusia yang mempraktikkan jen juga mempraktikkan chung –kaidah emas positif: perlakukan orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukan, dan shu –kaidah emas negatif: jangan perlakukan orang lain sebagaimana engkau tidak ingin diperlakukan.
Konfusianisme, bagaimana pun peduli terutama pada homopietas tetapi tidak secara eksklusif. Dalam Li Chi (Kitab Upacara), Konfusius berkata tanpa pandangan hidup yang sama: “Menebang sebuah pohon, membunuh seekor binatang yang belum kawin, tidak pada musim yang tepat, adalah bertentangan dengan filial fiety.” (Li Chi, 1967: 228). Menurut cara tersebut, tujuan moral dari bakti kepada orangtua tidak dibatasi pada dampak dari apa yang dilakukan manusia pada  orang lain tetapi diperluas pada dampak perilaku seseorang bagi makhlun non-human dan benda-benda. Demikian Creel menuliskan bahwa dalam Sinisme “manusia menghuni sebuah tempat yang menarik di alam semesta”. Dia adalah ... menjadi bagian dan tidak terpisahkan dari alam, tindakannya berdampak pada alam seluruh alam semesta, dan seluruh alam semesta mempengaruhinya, dengan suatu cara yang lebih intim daripada kebiasaan yang dilakukan oleh dunia Barat.” Chan Tsai, penganut Neo-Konfusius abad ke-11, tokoh teladan ecopiety, yang menulis 5 halaman esensial ecopiety sebagai kesatuan humanisme dan environmentalisme:  “Langit adalah ayahku, dan Bumi adalah ibuku, dan sunnguh pun aku makhluk kecil kutemukan tempat yang intim di tengah-tengah mereka. Oleh karena itu apa yang mengisi alam semesta kuanggap sebagai tubuhku dan yang mengatur alam semesta kuanggap sebagai alamku. Semua orang adalah saudara dan saudariku, dan semua benda adalah sahabatku.” Teringat perkataan Konfusius mengenai musik, yang dimainkan sebuah bagian integral dari arti China kuno tentang benda-benda dan peristiwa sebagai kesatuan yang teratur, sekali lagi kita temukan dalam halaman kitab Li Chi sebagai berikut:
Langit ada di atas dan bumi di bawah, dan di antara keduanya tersebar semua jenis kehidupan dengan perbedaan (sifat dasar dan kualitasnya); --berkenaan dengan proses pembentukan perayaan. (Pengaruh) langit dan bumi mengalir maju dan tak pernah berhenti, dan dengan kesatuan tindakannya (fenomena) produksi dan perubahan terjadi: --berkenaan dengan itu musik mengalun. Proses pertumbuhan di musim semi, dan dewasa di musim panas (menyarankan ide tentang) kebajikan; mereka berkumpul di musim gugur dan ... di musim salju, menyarankan kebenaran. Kebajikan serupa dengan musik, dan kebenaran serupa dengan perayaan.

Melalui jalan Sinitic tentang ecopiety humanisme diseimbangkan kembali dan dilengkapi dengan environmentalisme. Ketika environmentalisme berubah menjadi tabir penutup ecopiety, antroposentrisme rusak dan salah arah karena tidak ada daya pembesar manusia dalam tatanan benda-benda di  alam semesta. Apakah “dominasi” dan “kegunaan” merupakan antroposentrisme, sementara “harmoni” dan “penghormatan” merupakan etika ecopiety. Bagaimana pun ketika humanisme dibedakan tetapi tidak dipisahkan dari environmentalisme, etika ecopiety adalah bijaksana yang meneguhkan bahwa manusia mempunyai tempat yang berbeda di antara makhluk lain dan benda-benda lain dan tidak sekedar satu bagian dari alam. Manusia adalah benar-benar pengatur dan penjaga dari semua hal. Akhirnya pembedaan manusia dari bukan manusia hanya mengalami perbedaan pada kesatuan pengikat –kesatuan pluralistik, organik dari keberbedaan.

V.     Environmentalisme Perspektif Taoisme
Dengan keutamaan environmentalisme jalan ecopiety diperlebar memantapkan konsep tentang moralitas atau etika yang dibatasi untuk mengatur hubungan manusia. Sebagaimana ekofilsuf Amerika Serikat yang tidak tertandingi Aldo Leopold mengemukakan dengan rapih: “Sebelumnya belum ada etika berkaitan dengan hubungan manusia dengan daratan dan binatang serta tumbuhan yang tumbuh dipermukaannya. Daratan, seperti budak perempuan Odyseus yang masih menjadi harta milik. Hubungan dengan daratan adalah masih hubungan ekonomi yang ketat, menjadi hak istimewa tetapi tanpa kewajiban.” “Moral Daratan” Leopold adalah contoh sempurna apa yang kita sebut geopiety ketika memperluas batasan komunitas meliputi tanah, air, tumbuhan, binatang atau secara kolektif: daratan.”
Sebagaimana jalan ecopiety Sinitic mensinkronkan yang dari humanisme dan yin dari environmentalisme yang bersifat komplementer, itu masih merupakan kontras yang keras untuk menerima konvensi etika yang hanya merumuskan hubungan sesama manusia dan menyingkirkan hubungan antara manusia dengan makhluk dan benda lainnya. Sementara itu etika konvensional menggunakan bahasa “penyingkiran”, jalan ecopiety Sinitic menggunakan bahasa “pencakupan”. Filsuf Amerika Erazim Kohak meringkaskan dengan baik bahasa kaum inklusif tentang ecopiety ketika dia berkata: “Untuk menemukan kembali kepekaan dalam kemanusiaan kita, kita memerlukan pertama-tama kepekaan moral terhadap alam” (Erazim Kohak, 1984: 13).
Enviornmentalisme merupakan prinsip dominan dalam Taois dan Zen. Taoisme dan  Zen Buddhisme bagaimana pun tidak menyingkirkan humanisme. Pada bab 25 Tao Te Ching, kita dapat menemukan ekspresi yang mengharukan dari ecopiety, sebagai contoh bahwa Tao (Jalan) sebagai ecopiety:

Ada sesuatu yang campur-aduk, dan kacau-balau,
Ia sudah ada sebelum langit dan bumi,
Betapa sunyi! Betapa sepi!
Ia berada dengan sendirinya, dan tak pernah berubah,
Bergerak berputar, tak henti,
Ia layak menjadi ibu alam semesta,
Ku tak tahu siapa namanya,
Terpaksa kunamakan Tao,
Kusebut dia sebagai yang besar.

    Besar bermakna meluas (mencapai segala tempat),
    Meluas berarti menjauh (ke segala arah),
    Yang pergi menjauh akhirnya akan balik kembali (ke asalnya).

Karena Tao itu besar, maka
Langit juga besar, bumi juga besar, dan manusia juga besar,
Di dunia ini ada empat besar, dan manusia adalah salah satunya.

    Manusia meneladani bumi,
    bumi meneladani langit,
    langit meneladani Tao,
    dan Tao meneladani dirinya sendiri (tsu-jan).

Tsu-jan (dirinya-sendiri) menjadi dasar environmentalisme dari Taoisme dan Zen Buddhisme. Hal ini menggarisbawahi kemampuan estetik kita untuk menghormati dan penghargaan terhadap seluruh keberadaan benda-benda di alam. Itu merupakan apresiasi estetik terhadap nilai intrinsik benda-benda seperti adanya, misalnya spontanitasnya –masing-masing mempunyai kekhususannya, yaitu benda khusus ini dan itu –ketimbang ekspropriasi utilitarian terhadap nilai ekstrinsik benda-benda alam untuk keperluan manusia. Di China, tsu-jan berarti alam luar (wan wu or “ten thousand things”) dan kualitas intrinsik dan inheren dari tiap benda di alam. Sifat dasar estetika terletak dalam keberadaannya yang pasti dalam, oleh, dan untuk dirinya sendiri. Untuk menghormati benda-benda adalah dengan meninggalkan dan membiarkannya seperti aslinya: biarkan mereka menjadi dirinya. Dalam prinsip tsu-jan bumi merupakan ruang puisi; jiwanya, alam mewakili musik luar dari waktu.
Environmentalisme Taois merasa senang dengan keindahan alam, liar, sederhana, dan kecil, dalam keindahan intrinsik alam yang membuat manusia memandang penuh penghormatan dan imajinasi puitis. Hanya dalam bersekutu dengan alam dan kosmos seorang manusia benar-benar menjadi seorang “cosmion”. Seperti Taois Chuang Tzu mengungkapkan dengan suara tenang: “Langit dan bumi lahir bersamaan denganku, dan sepuluh ribu benda bersatu denganku”.

VI.    Pengungkapan Humanisme dan Environmentalisme dalam Feng Shui
Alam pikiran kita berakar dalam pemandangan alam. Di Barat, Hipocrates adalah pemikir sistematis pertama yang menyadari dampak dari kondisi meteorologis, astronomis dan topografis (misalnya: musim, angin, dan air) sebagai seni perawatan kesehatan, dan menyebutkan banyak hal seperti klimatologi dan pembentukan personalitas dan ras. Dengan jalan feng shui (geomancy), orang-orang China kuno maupun kontemporer, telah mengembangkan arti yang dalam untuk bersatu dengan alam (“sepuluh ribu benda”), daratan, bumi dan kosmos .
Warisan ketahanan dari feng shui sejak waktu yang tidak dapat diingat membuat orang-orang China menjadi ekofilsuf awal. Seorang penulis memandangnya sebagai “sebuah seni-eko” yangberkaitan dengan konservasi, ekologi dan penataan ruang (Gary Khor, 1999: 96-97). Karena Feng shui akhirnya mendatangkan kemakmuran, kesehatan, dan keberuntungan, misalnya: kesejahteraan, feng shui diterapkan untuk berbagai kegiatan seperti perencanaan kota atau desa, desain arsitektur, dekorasi ruangan, pernikahan, pemakaman dan bahkan penebangan pohon.
Feng Shui terdiri dari dua logogram –“angin” (feng) dan “air” (shui). Dengan demikian berarti penghargaan manusia pada aliran alam yang disimbolkan dengan dua unsur –angin dan air. Ini adalah cara Sinitik untuk mengekspresikan geopiety, atau mengharmoniskan manusia dengan alam sekitarnya dengan perhatian dan penghormatan. Ini adalah sebuah usaha untuk mendefinisikan tempat manusia di daratan. Berpikir dalam term feng shui adalah berterimakasih atas kemurahan bumi sebagai sebuah “hadiah” tempat kita memijakkan kaki. Feng shui nampaknya merefleksikan latar belakang asli dari masyarakat petani di China yang kehidupannya bergantung pada kesuburan tanah, dimana manusia perlu “memanfaatkan” angin dan “menyalurkan” air untuk menghidupi alami mereka yang disebut Ch’i atau “getaran”.
Selanjutnya apakah Chi itu? Chi adalah sebuah ide yang terdapat di mana-mana. Didefinisikan sebagai “energi konfigurasional”, chi menimbulkan kehadiran yang menyeluruh. Diterjemahkan sebagai “ether”, “energi”, “daya”, “kekuatan”, “nafas”, dan sebagainya. Chi menyerap banyak hal sebagai “unsur” (misal: air, api, dan tanah) dan catatan musik. Ide chi diasosiasikan dengan lingkup aktivitas yang luas dari akupunktur hingga seni bela diri. Akupunktur dapat dikatakan sebagai jalan untuk “memanfaatkan” dan “menyalurkan” chi dari orang itu sendiri. Karena kehadiran chi, tubuh sendiri adalah kinestetik.
Dikatakan bahwa chi meresap pada kuas dan tinta pelukis kaligrafi. Tujuan dari ilmu pedang (kendo) dikatakan adalah untuk pencapaian kekuatan dalam dari chi ketimbang penguasaan tekniknya sendiri. Pedang itu “satu simbol dari semangat yang tidak terlihat yang melingkupi pikiran, tubuh dan kegiatan anggota tubuh.” Untuk maksud esei ini, dapat kita katakan bahwa chi adalah energi yang tidak terlihat yang meresap masuk ke dalam tubuh manusia dan sekitarnya, merupakan energi konfigurasional yang mengatur hubungan antara manusia dengan lingkungan alamnya. Kesimpulan chi adalah vital, energi tak terlihat yang menahan, memberi nada, dan melestarikan rantai ekologi Kehidupan. 

 Penutup   
Filsafat China (Sinism) mungkin dipandang telah kuno tetapi bukan berarti ketinggalan zaman, ketika mempunyai kemampuan untuk menarik perhatian kembali dunia dengan mendekonstruksikan peradaban teknomorfik berdasarkan “pemikiran kalkulatif”. Pandangan Sinism terhadap term krisis menyatakan kesempatan yang tersedia untuk mengatasi bahaya yang mengancam. Ekuminisme ekologi, disini Sinism menjadi bagian integral, merupakan planetarisasi bagi kesadaran ekologis dari humanitas post-modern.
Jika menerima sifat globalisasi, maka ide-ide ekofilosofi dapat ditemukan  dimana pun dan kapan pun, baik di Barat atau Timur, Selatan atau Utara, lama atau baru, dan menolak klaim para penulis Barat yang meskipun berpikiran ekofilosofis tetapi menolak relevansi pandangan ekofilosofi Oriental bagi permasalahan lingkungan dewasa ini, karena ekofilosofi diklaim berasal dari Barat.
Sebagaimana humanitas menjadi satu “keluarga” dan dunia menjadi “desa global”, maka kita harus mengesampingkan agama, budaya, dan parokialisme etnosentris demi mengejar ekofilosofi dalam mengidentifikasi tempat yang layak bagi manusia di alam dan tempat yang layak bagi alam di kota manusia, yang meneguhkan konaturalis manusia dan alam. Dalam Sinism, ekumenisme ekologis baik dalam teori dan praktik telah memperkaya visi dari tema abadi “Kesatuan yang Besar”; maka tidak mengurangi ide-ide ekofilosofi Barat dari St. Francis Asissi hingga Bubber, Heidegger, Marleau-Ponty, dan Leopold.
Ketika kita berpikir dan bertindak untuk saling menyisihkan, akan berisiko pada kerusakan dan kematian. Sebaliknya, kesediaan kita untuk menyatukan seluruh kekuatan, sentimen, opini dan pikiran yang luhur, mewujudkan tujuan dari ekumenisme ekologi untuk menciptakan kesatuan, yang memungkinkan kita berada di garda depan untuk membuat bumi aman dan nyaman, bukan hanya bagi manusia generasi sekarang dan generasi yang akan datang tetapi juga bagi segenap benda-benda di alam. Masa depan ada di tangan kita untuk mencipta dan mencipta ulang, karena kita adalah satu-satunya makhluk yang menolak untuk menjadi apa adanya.
Konfusianisme dan Taoisme mempunyai banyak penawaran untuk menciptakan filsafat hidup baru dalam harmoni dengan alam (ekumenisme ekologis). Mengutip pepatah Barat kuno: pusat kebenaran berada dimana pun dan tidak terbatas tempatnya. Semoga akan datang, lebih cepat lebih baik, hari ketika ecopiety menjadi prinsip regulatif untuk mengatur perilaku kita terhadap bumi, dunia ini, menjadi senjata moral baru bagi seluruh dunia.

Referensi
Confucius, 1967, Li Chi: Book of Rites, trans. James Legge, New Hyde Park: University Book.

Jung, Hwa Yol, 1981, “The Orphic Voice and Ecology” in Environmental Ethics, Vol. 3, pp. 329-340.

Kohak, Erazim, 1984, The Embers and the Stars, Chicago: University of Chicago Press.

Kohr, Gary, 2201, “Environmental Chi –Feng Shui” in Living Chi: The Ancient Chinese Way to Bring Life Energy and Harmony into Your Life, Boston: Tuttle Publishing.

Lao Tzu, 1995, Tao Te Ching: The Book of Meaning and Life, trans. H.G. Oswald, New York: Penguin Books.

Lie Tek Tjeng, 1983, Studi Wilayah Pada Umumnya, Asia Timur Pada Khususnya, Bandung: Penerbit Alumni.

O’Neill, John, 1985, Five Bodies, Ithaca: Cornell University Press.

Pound, Ezra, 1969, Confucius: The Graet Digest, The Unwobbling Pivot, The Analects, New York: New Direction Publishing Corporation.

 Oleh:
Slamet Subekti
Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya


“There are, of course, quite a number of forms of Chinese philosophy, but there are two great currents that have thoroughly molded the culture of China –Taoism and Confucianism—an they play a curious game with each other.”

Jumat, 20 Januari 2012

Inspirasi ajaran 孔子- KongZi

Spiritual yang berkembang di masyrarakat luas ,sesuatu yang dinamika konkrit dalam kehidupan sehari-hari.
seperti dalam kehidupan saya banyak yang kurang mengerti dalam pemahaman luar tentang spritual itu sendiri.
dari banyak perbincangan dengan berbagai teman , spritual disebabkan adanya kehidupan yang bukan sekedar kehidupan Duniawi tentang fenomena spritual dan jugaa sekularitas sebagai antitesisnya.
muncul pemikiran -pemikiran sederhana bahwa ada sesuatu yang lebih dari kehidupan  ,bukan sebatas memiliki Materi dan kelekatan pada benda fisik saja .
 Tao seorang Jun Zi (Jun Zi Zhi Dao) ada empat yang aku khawatir satupun belum bisa kulakukan.

Apa yang kuharapkan dari anakku, belum dapat kulakukan terhadap orang tuaku;

Apa kuharapkan dari menteriku, belum dapat kulakukan terhadap rajaku,

Apa yang kuharapkan dari adikku, belum dapat kulakukan terhadap kakakku; dan

Apa yang kuharapkan dari temanku belum dapat kuberikan lebih dahulu.

Didalam menjalankan Kebajikan yang umum, didalam kehati-hatian saat membicarakan hal;

bila ada kekurangannya Aku tidak berani tidak sekuat tenaga mengusahakannya; dan

bila ada pandangan-pandangan yang lebih; tidak akan kuungkapkan semuanya; Aku tidak berani menghamburkannya;

maka perkataan harus sesuai dengan perbuatan dan perbuatan sesuai dengan perkataannya.

Bukankah demikian ketulusan hati seorang Jun Zi?”.
 penjelasan genetis dilengkapi dengan penjelasan analitis. Dalam hubungan ini, pendekatan-pendekatan lain dapat ditambahkan kepada pendekatan historis. Disiplin-disiplin lain, seperti sosiologi, antropologi sosial, dan ilmu politik berada pada kedudukan yang lebih baik untuk menganalisis fenomena gerakan-gerakan sosial. Konstruksi-konstruksi konsepsial atau teori-teori mereka jelas mempunyai daya penjelas yang lebih besar daripada penuturan sejarah yang polos. Oleh sebab itu, dalam mencari petunjuk-petunjuk ke arah kondisi-kondisi kausal gerakan-gerakan sosial, kita harus mempertemukan disiplin-disiplin itu. Penggunaan pemahaman-pemahaman yang telah dicapai oleh disiplin-disiplin itu tidak boleh tidak akan memperkokoh analisis kita dan memperluas pandangan kita tentang sejarah seperti halnya kehidupan Kong Qiu (bapak dari ajaran Konghucu - Confucius) ini bisa menjadi pelajaran yang berharga bagi kita . seberapa pahitnya sejarah tetap akan mempunyai titik terang sebagai pembelajaran hidup ke depannya .Manusia sejak awal keberadaannya, semuanya secara alamiah memiliki nurani yang berdasarkan 仁義禮智 ren (welas asih/kemanusiaan) yi (rasa kebenaran/keadilan) li (kepatutan dan tata susila) zhi (pengetahuan dan kebijaksanaan),Walaupun begitu, kualitas diri tiap individu tidaklah merata dan masing-masing individu memiliki perbedaan. Karenanya tidak semua individu memiliki kemampuan untuk menyadari potensi nurani mereka dan mewujudkannya dengan lengkap.Memang diakui, bahwa selama ini banyak tulisan sejarah yang bersifat deskriptif naratif terutama yang dihasilkan oleh penulis yang bukan ahli sejarah. Jenis sejarah ini ditulis tanpa memakai teori dan metodologi. Padahal, masalah teori dan metodologi sebagai bagian pokok ilmu sejarah mulai diketengahkan apabila penulisan sejarah tidak semata-mata bertujuan untuk menceritakan kejadian, tetapi bermaksud menerangkan kejadian itu dengan mengkaji sebab-sebabnya, kondisi lingkungannya, kontkes sosial-kulturalnya, pendeknya secara mendalam hendak diadakan analisis tentang faktor-faktor kausal, kondisional, kontekstual tentang unsur-unsur yang merupakan komponen dan eksponen dari proses sejarah yang dikaji.
 Shengren Kongzi (551 – 479 SM) Sebagai penerus Ru Jiao “Tiong Ni (Zhong Ni – pangilan pada Shengren Khong Tze) meneruskan ajaran Giau (Yao) dan Sun (Shun), mengembangkan ajaran Raja Bun (Wen Wang) dan Bu (Wu); 孔子“Aku hanya meneruskan, tidak mencipta. Aku sangat menaruh percaya dan suka kepada (Ajaran dan Kitab-kitab) yang kuno itu karena banyak sekali buah karya Confucius terutama "Buku Kumpulan Ujaran [The Analects = Lun Yu]" yang ditulis kembali oleh murid-muridnya setelah Beliau meninggal dunia. Berbagai terjemahan atas ajaran Confucius telah dilakukan ke dalam berbagai bahasa. Ajaran-ajaran Confucius tersebar ke negara-negara di luar Tiongkok, bahkan tidak sedikit yang mempengaruhi kebudayaan mereka. Pengaruh ajaran Confucius berkembang pesat di Eropa dan Amerika, dimana dapat dilihat semboyan revolusi Perancis yang terkenal.Karena sejak kecil ia hidup dalam kemiskinan,
maka semangatnya untuk mencapai hidup yang lebih baik sangatlah besar. Pada umur 15 tahun Khong Cu sudah berpengetahuan luas karena ia gemar belajar, dan pada umur 30 tahun ia sudah sangat dihormati orang. Khong Cu membuka semacam sekolah yang menampung pelajar tanpa membedakan asal usul dan derajat mereka. Menurut
sejarah, Khong Cu adalah peletak dasar sistem pendidikan sekolah dan universitas modern. Pada usia 50 tahun, ia memangku jabatan Si Kong (Menteri Pembangunan), dan tak lama kemudian menjadi Si Kou (Menteri Peradilan dan Hukum). Pada tahun 497 SM, Khong Cu melakukan perjalanan keluar negeri selama 14 tahun untuk memberikan ceramah-ceramah. Sekembalinya dari lawatan keluar negeri, ia memusatkan perhatiannya kepada dunia  pendidikan dengan membentuk perkumpulan Ru Jia atau Golongan Terpelajar. Pada usia senja, Khong Cu banyak menyusun dan menulis buku-buku,yang disebut Ngo King (Wu Jing五經), yaitu :
- Sie King ( Shi Jing 詩經) atau Kitab Sajak,Berisi nyanyian rakyat, cerita pendek, perumpamaan,
sindiran, pujian dan pemujaan.

- Lee King (Li Jing禮經) atau Kitab Kesusilaan,
Berisi tentang tata cara aturan negara, adat istiadat,
perkawinan, perkabungan ,dll.
 
- Ya King (Yi Jing atau I Ching易經) atau Kitab Perubahan,
Berisi tentang berbagai macam filsafat dalam bentuk
trigram, hexagram dan Pat Kwa. Kitab ini telah ada sejak
jaman kaisar purba Hok Hie (Fu Xi).
 
- Sie King (Shu Jing書經) atau Kitab Sejarah dan Hikayat,
Berisi tentang Hikayat dan sejarah, mulai dari jaman Tong
Giau (2357-2255 SM) sampai dengan Raja Muda Chien
Bok Kong (651-618 SM).
 
- Chun Ciu King (Chun Qiu Jing春秋經) atau Catatan Kejadian,
Berisi tentang kejadian-kejadian sekitar negeri Lu dari
tahun 722 – 481 SM.
Setelah wafat, ajaran Khong Cu terus berkembang. Salah seorang
penerus ajarannya yang terkenal ialah Beng Cu (Meng Zi孟子, hidup
pada tahun 371 – 289 SM. Ia menggenapi kitab-kitab ajaran Khong Cu
menjadi empat buku dan lima kitab (Su Si Ngo King / Si Shu Wu Jing
四書五經). Adapun yang termasuk dalam Su Si ialah : Thai Hak (Da Xue大學), Tiong Yong (Zhong Yong中庸), Lun Gi (Lun Yu論語), dan BengCu (Meng Zi孟子).

Selasa, 17 Januari 2012

Imlek dan Lampion

Bagi orang Tionghoa secara tradisi berlaku dua penanggalan Gongli公历 atau Yangli阳历yaitu kalender umum (Masehi/Calender Gregorian) dan Nongli农历/Imlek atau Yinli阴历. Kalender Gregorian berdasarkan perhitungan peredaran Matahari disebut juga Kalender Baru atau Xingli新历, sedang Kelender Yinli berdasarkan perhitung peredaran Bulan, maka disebut juga Moon/Lunar Calender. Yinli ini dihitung mulai lahirnya Konghucu pada tahun 551SM. Jadi tahun 2011 + 551 sama dengan Tahun Imlek/Yinli tahun 2562. Sehingga kadangkala oleh orang Tionghoa dialek Hokkian disebut Kongcu-lek.
Tahun baru Imlek atau yang biasa disebut Shincia dengan logat Hokkian atau Chunjie 春节dalam Mandarin adalah hari pertama penggantian tahun dari penanggalan Imlek. Hari raya ini dirayakan sejak hari pertama hingga hari ke 15 bulan satu imlek. Tahun 2011 ini jatuh pada tanggal 3 Pebruari, mulai hari ini disebut Tahun Kelinci.
Konon Kalender Imlek ini pertama kali diciptakan oleh Huangdi黄帝/Kaisar Kuning, Kaisar Pertama di Tiongkok (Kaisar Kuning/ 黄帝huangdi tahun sebelum 2070SM), yang dianggap Raja Agung dan Nabi bagi Agama Konghucu. Kalender ini dilanjutkan oleh Kaisar berikutnya Xia Yu夏禹(kira- kira tahun 2070SM-1600SM) yang juga dianggap Nabi dalam Agama Konghucu. Tapi dengan ditumbangkannya Kaisar Xia oleh Kaisar Shang (tahun 1600-1046SM) sistim kalender diganti. Tahun baru dimajukan satu bulan, sehingga yang semula Tahun Baru jatuh pada awal Musim Semi, menjadi jatuh pada akhir Musim Dingin. Dinasti Zhou menggantikan Shang pada tahun 1046SM (berdiri hingga tahun 256SM), sistim kalender ini diganti lagi, tahun barunya jatuh pada garis edar matahari pada titik 23,5 derajat Lintang Selatan atau pada tanggal 22 Desember penanggalan masehi, saat ini merupakan puncak musim dingin (dikenal dengan hari sembayang Onde atau 冬至dongzhi; ronde=butiran dibuat dari tepung ketan, dimakan bersama wedang jahe). Selanjutnya setiap penggantian dinasti, seperti Qing, Han, sistim diganti juga. Hanya pada Dinasti Han(206SM-220M), kaisar Han Wu Di memerintahkan Kalender Imlek ini untuk kembali pada sistim Xia sama dengan yang digagaskan oleh Konghucu. Untuk menghormati Nabi Konghucu maka tahun kelahiran Konghucu (551SM) ditetapkan sebagai Tahun ke1/pertama Imlek. Maka kini kalender Implek adalah Tahun 2562 (2011Masehi). Sehingga dapat dikatakan bahwa perayaan Tahun Baru Imlek sebetulnya adalah Perayaan Umat Konghucu.
Dalam Agama Konghucu, Konghucu (bahasa Indonesia)/ Kongzi 孔子/Confusicus(Latin) diakui sebagai Nabi terakhir dari agama ini. Lahir pada hari ke 28 bulan 8 tahun 0001 Imlek (551SM). Perkiraan tanggal 1 imlek, rentang waktunya 15 hari kedepan dan 15 hari kebelakang dari 4 Pebruary Kalender Umum/masehi. Tiap 4 atau 5 tahun sekali ada bulan ke 13, untuk menggenapi agar perhitungan tersebut tidak berubah, disebut tahun kabisat (闰年run nian). Hari Wafat Konghucu (18-2-Imlek). Hari Genta Rohani (冬至dongzhi) 22 Desember penaggalan masehi, Qingming (清明5 April penanggalan masehi), Qing Di Gong 清帝公(8/9- bulan 1 Imlek).
Agama Ru/Konghucu adalah agama humanisme, agama hubungan antar manusia, agama orang kudus. Agama Ru tidak terlepas dari pengaruh perkembangan kebudayaan orang Tionghoa. Dimana pada umumnya mereka percaya bahwa seseorang setelah meninggal maka rohnya akan meninggalkan jasadnya, jika orang tersebut adalah orang baik akan menjadi Roh baik dan jika orang ini hidupnya jahat akan menjadi Roh jahat. Dalam agama Ru yang disembah tidak hanya Nabi Konghucu saja. Misalnya pada saat Qing Ming atau Ceng Beng (dialek Hokkian), umat agama Konghucu mengadakan sembayangan kepada leluhurnya, nyekar membersihkan kuburan leluhur. Orang Tionghoa sudah menjadi tradisi memiliki Altar Sembayangan leluhur dirumah, biasanya yang disembayangi tidak hanya leluhur saja tetapi termasuk tokoh-tokoh sejarah yang dianggap kudus.
Lampion, konon berasal dari zaman dinasti Xi Han 西汉 (tahun 206 SM – 9 M) kira-kira 1800 tahun yang lalu, sudah menjadi tradisi setiap Hari Raya Imlek dipajang lampion-lampion di rumah-rumah atau perkarangan atau tempat umum misalnya di taman, kebun, jalan-jalan, lorong-lorong dan lain sebagainya. Lampion ini telah menjadi tradisi bagi orang Tionghoa sebagai simbol kebahagiaan, yang dipasang untuk event-event kegembiraan berwarna merah, dan lampion putih terbuat dari rangka bambu untuk simbol bela sungkawa. Dalam perkembangannya, lampion digambari dan dihiasi ornamen-ornamen macam-macam, dan huruf-huruf kaligrafi. Lampion ada yang terbuat dari kertas, kain, kulit binatang, dan dari bordiran-bordiran kain sutra dan lain-lain.
Lampion gaya Chuanchiu泉州式灯笼

Lampion gaya Fuchuo福州式灯笼-又称为伞灯

Lampion segi empat
Lampion ini sangat erat hubungannya dengan kehidupan orang Tionghoa, lampion digantung di Kelenteng-kelenteng, ruang tamu rumah, dan tempat lain seperti telah disebutkan diatas. Namun yang terbuat dari kertas dapat dikatakan dimulai sejak di Tiongkok ditemukannya teknik pembuatan kertas oleh Cailun蔡伦 pada zaman dinasti Han Timur ( 东汉donghan tahun 25-220 M ). Lampion bagi orang Tionghoa tidak saja sebagai lampu penerangan atau lentra, tapi sudah menjadi simbol.
Namun yang paling menonjol adalah dipasang pada perayaan Shincia hingga Cap Go Mek. Tapi sejak zaman Han hingga Tang, lampion benar-benar sebagai simbol penyambutan hari raya imlek. Saat dinasti Ming Zhu Yuan Chang (tahun 1368 – 1644 M) pendiri dinasti ini, ketika memproklamirkan ibu kota negara di Nanjing diadakan Lampion air, dimana ribuan lampion diambangkan di aliran sungai Qinhuaihe秦淮河. Kemudian setiap tahun diadakan pesta lampion, tapi sejak berdirinya Republik Tiongkok pesta ini memudar, sehingga ahli-ahli pembuat lampion juga berkurang, namun kini rupanya mulai digalakkan lagi.
Ada juga tradisi disaat hari raya imlek, membawa Lampion sebagai simbol untuk medambakan untuk mendapatkan anak lelaki atau putra, karena lafal kata Mandarin yang berdekatan yang mempunyai arti mendapat putra. Denglong灯笼 – Tianding添丁.
Pada zaman kuno di Tiongkok, setiap tahun pada permulaan dimulai masuk sekolah pada bulan 1 Imlek, sekolah-sekolah digantungi lampion-lampion yang disumbang oleh orangtua murid-murid, dan secara simbolik dinyalakan oleh kepala sekolah atau guru, disebut Kai’deng开灯. Yang mempunyai makna murid-murid agar mempunyai masa depan yang cemerlang sepanjang hidupnya. Kemudian hari menjadi tradisi dilakukan setiap Tahun Baru Imlek hingga Cap Go Mek ( Hari 1 s/d 15 ).

Kebiasaan Orang Tionghoa Peranakan Indonesia Dalam Merayakan Hari Raya Imlek
Saat menjelang hari H , biasanya para ibu-ibu dan orangtua telah sibuk menyediakan segala kebutuhan untuk menymbut hari raya ini. Membeli pakaian baru untuk dipakai saat hari H, rumah dicat atau dibersihkan dan dipajang-pajang dengan lampion dan gambar-gambar simbol keberuntungan. Rambut dicukur rapih. Dapur-Dapur dibersihkan.
Malam sebelum hari H hingga hari ke3 dipercaya sudah tidak boleh menyapu rumah, karena dipercaya akan mengurangi rezeki untuk tahun yang akan datang. Pada malam menjelang hari H yang memiliki Altar Sembayangan Leluhur akan menyediakan kue keranjang (dodol cina, yang mempunyai makna perekat kekeluargaan, persaudaraan, pertemanan), kue-kue kering dalam toples-toples, buah-buahan (biasanya 5 macam warna) berupa Apel; Jeruk; Anggur, Pears; Nanas atau buah lainnya (kecuali duren) ; Ruas tebuh yang diikat dengan pita merah, demikian juga toples-toples, buah-buahan dihias dengan guntingan kertas merah diletakkan diatas piring, ikan bandeng rebus, kebang tahu, ketan manis dibungkus kembang tahu dll untuk sajian di Altar. Dikedua sisih Altar biasanya di pajang dua batang tebuh berikut dengan daunnya. Ini sebagai simbol bahwa manisnya hidup tidak akan terus-menerus terjadi (ada batasnya) seperti manisnya tebu yang ber-ruas-ruas.
Dapur disajikan manis-manisan. Karena menurut kepercayaan orang Tionghoa Dewa Dapur yang mempunyai tugas mengawasi kerukungan rumah tangga, pada hari ke 1 hingga ke15 akan pergi ke “Tuhan” untuk melapor kerukunan setiap rumah tangga masing-masing dibumi. Bagi yang sering cekcok dan tidak harmoni, keluarga tersebut untuk tahun akan datang akan tidak dilimpahi rezeki. Dengan disajikan manis-manisan diharapkan agar dewa dapur mau melapor berita manis-manis kepada “Tuhan” untuk keluarga yang bersangkutan.
Pada hari menjelang Imlek biasanya semua orang akan menahan emosi untuk marah-marah, dan berusaha untuk melupakan segala kegundahan, dan ketidak senangan terhadap orang atau lingkungannya, saling maaf-maafan. Diusahakan untuk berhati gembira. Malam harinya pergi sembayang dimuka Altar, setelah kumpul keluarga makan-makan, sama-sama pergi ke kelenteng-kelenteng, ada yang memesan lilin-lilin besar dan kecil untuk dinyalakan pada jam 12 malam, ini menyimbolkan agar untuk perjalanan hidup pada tahun yang akan datang menjadi terang dan cemerlang. Bagi yang beragama Kristen atau Islam biasa tetap ada yang masih mempertahankan tradisi ini, tapi dengan hanya kumpul keluarga dan makan-makan bersama dan berdoa menurut agamanya. Didaerah jakarta dan sekitarnya seperti Bogor, Tanggerang, Bekasi, Kerawang masih sering memanggil group musik Tajidor khas Betawi (pengaruh Portugis, dengan alat musik trombon, trompet, biola dll) dengan lagu-lagu khas Betawi….
Pada pagi hari tahun baru Imlek semua orang berpakaian baju baru, habis sembayang menyatap mieshua terus menjenguk orangtua, tetua dan sanak famili sambil memberi salam ( dengan pai-pai) serta mengucapkan “Kiong’hi-Kiong’hi” biasanya yang senior akan memberi “Angpao” (amplop merah berisi uang tunai) kepada anak-anak, atau anak-anak yang sudah dewasa dan berhasil dalam usaha akan memberi “Angpao” kapada orangtua atau tetua. Ada juga yang berderma kepada orang-orang tidak mampu dengan membagi-bagi “Angpao”. Saat ini dipertunjukan Liong-liong, Barongsai,
Pada hari ke 8 malam jam 12 atau 9 pagi jam 00:00 diadakan sembayang Qing Di Gong 清帝公(8/9- bulan 1 Imlek), biasanya membuka altar darurat di alam terbuka didepan rumah atau pekarangan, dengan sajian vagetarian saja.
Pada hari ke 15 (Cap Go Mek) ada yang menggotong “Tepekong” mengadakan arak-arakan dengan Liong, Barongsai, ada yang beraktraksi dengan ilmu-ilmu supranatural dengan potong lidah, jalan di bara api, mandi minyak panas dan lain-lain, ini biasanya diadakan di halaman kelenteng-kelenteng. Mereka percaya dengan upacara ini dapat mengusir bala.

Senin, 16 Januari 2012

Tata Cara Sembahyang Sehari-hari

Budaya-Tionghoa.Net |  Tata cara sembayang  rakyat jelata alias minjian xinyang, secara umum sih sembayang dibagi 3 tata cara, cara    Buddha Mahayana, KHC sama Tao. Semuanya menggunakan satu atau tiga batang hio.
Susunan meja sembayang secara umum :
  1. Teh, air putih , arak ( ciri Tao , KHC ), lambang Taiji Yinyang, air putih lambang taichi, teh lambang yin, arak lambang yang
  2. Lima macam buah atau lima warna , lambang lima  unsur. Kalau agama Buddha ,  ada yang kaitkan sama 5 Dhyani Buddha.
  3. Tiga  batang hio lambang San Cai/Sanguan/ Taiji Liangyi, Triratna, Sanqing.
  4. Satu batang hio lambang Taiyi, Dao
Cara penghormatan :
  1. Kepalan yg membentuk delapan kebajikan dan orang tua/cara KHC.
  2. Kepalan yg membentuk bola Taiji/ menggenggam Taiji/ cara Tao.
  3. Anjali atau merangkapkan kedua telapak tangan/ cara Buddha.
Tiga arti Pai.
  1. Pai pertama membalas jasa Langit dan Bumi/ yi bai baoda tiandi en
  2. Pai kedua membalas jasa orang tua/er/zhai bai baodao fumu en
  3. Pai ketiga membalas jasa para guru/san bai baodao enshi en
Tambahan menurut Xuan Tong :
Secara umum, jumlah hio ganjil adalah untuk dewa, Tuhan, tokoh yang berjasa untuk masyarakat luas dan mahluk suci lainnya. Ganjil dalam metaphysic Tiongkok adalah lambang dari unsur Yang atau positif. Yang berjumlah genap adalah untuk leluhur, arwah yang meninggal, setan gentayangan.

Ketika melangkah masuk ruang sembahyang juga harus kaki kiri dahulu yang maknanya adalah kita harus mengutamakan sifat-sifat kebajikan kita. Menancapkan hio dengan tangan kiri juga artinya kita akan selalu menancapkan kebajikan di alam langit dan alam bumi.

Tapi dalam masyrakat awam timbul keyakinan bahwa melangkah dengan kaki kiri akan membuat rejeki melimpah dan jika dimulai dengan langkah kaki kanan adalah mengacaukan tatanan alam semesta dan mengundang bencana.Tentunya hal ini adalah salah kaprah kecuali 1 hal yaitu melangkah dengan kaki kanan, yang mana adalah mengutamakan keburukan tentunya mengubah atau mengacaukan tatanan alam semesta.

Ini yang saya tahu berlaku secara umum.
Jika jumlah, yang saya tahu sedikit dalam Taoism. Lima batang hio melambangkan lima arah. Tujuah batang melambangkan tujuh bintang utara. Dan duabelas batang melambangkan duabelas satuan waktu bumi. Ini semua berkaitan dengan ritual mereka yang ditujukan untuk kasus-kasus spesifik. Tapi dimasyarakat beredar pandangan bahwa duabelas batang hio untuk permintaan kepada Tian dan harus dilakukan jam 12 malam karena saat itu suasana hening dan sebagainya.
Jam 12 malam dilakukan sembahyang atau meditasi ini berkaitan dengan pergantian qi alam semesta, dimana saat itulah unsur Yang menguat dan unsur Yin melemah dan dalam satuan pengertian zi di 12 cabang bumi adalah mulainya sesuatu yang baru. Artinya adalah berkaitan dengan perubahan waktu.

Ritual orang Tionghoa memiliki banyak nilai filsafatnya dan arti tersembunyi, seperti mengapa harus menaruh hio diantara ke dua alis, kenapa harus ditaruh di tengah dada dan sebagainya. Arti menaruh hio ditengah dada adalah menyalakan hio hati dan api hio hati itu harus selalu dijaga, artinya adalah kita harus melakukan kebajikan dan biarlah kebajikan kita itu bagaikan asap hio yang harum
dan memberikan kebahagian kepada sekitar kita.

Untuk posisi diantara dua alis, ini berkaitan dengan titik jalan darah. Tapi bisa juga diartikan penghubung antara langit bumi dan manusia.

Hio warna hijau setahu saya digunakan untuk mereka yang meninggal ketika berusia dibawah 60 tahun dan masih dalam masa berkabung 1 tahun atau xiao xiang. Orang Tionghoa senang menggunakan simbol untuk menyatakan sesuatu, misalnya kain hitam yang dipasang di tangan ketika keluarga ada yang meninggal, posisi kain hitam di kiri artinya yang meninggal adalah ayah.
Guratan cat atau kertas putih di kaca rumah yang meninggal jugamengandung arti, jika guratan itu adalah X artinya ke 2orangtuanya sudah tidak ada, jika guratannya dari kanan kekiri artinya pria atau orang tua laki-laki yang meninggal. Dengan melihat simbol itu, kita langsung tahu siapa yang meninggal dan ketika kita masuk ke dalam ruangan, kita bisa tahu yang mana mantu, cucu dalam, cucu luar dan sebagainya.

Sayangnya simbol-simbol ini dianggap suatu bentuk kemunduran, hal yang memalukan, kuno, ketinggalan jaman atau juga lambang iblis. Sungguh ironis dan yang lebih menggelikan adalah orang Tionghoa sendiri yang memandang rendah tanpa tahu nilai atau artinya.

 Author // Ardian & Xuan Tong

zhī hū zhě yě

zhī hū zhě yě: keempat huruf Tionghoa ini merupakan kata bantu yang dipakai di jaman kuno. Pepatah ini melukiskan seseorang yang selalu memakai huruf tulisan ketika berbincang dengan orang lain.

Zhao Kuangyin adalah Kaisar Pertama Dinasti Song, setelah ia berhasil menyatukan negara, ia bersiap memperluas wilayah negaranya. Pada suatu hari, ia keluar kota dengan melewati Pintu Gerbang Zhuque, terlihat di atas pintu gerbang itu tertulis "Zhu Que Zhi Men" atau "Pintu Nan Zhuque". Maka ia menanyakan kepada menterinya Zhao Pu, mengapa tidak langsung ditulis "Zhu Que Men" atau Pintu Zhuque, apa kegunaan huruf "Zhi" di antara kata Zhu Que dan Men". Zhao Pu menjawab: huruf "Zhi" adalah kata bantu. Setelah mendengar jawabannya, Kaisar Zhao Kuangyin tertawa dan mengatakan: kata bantu seperti kata Zhi Hu Zhe dan Ye dapat melengkapi apa saja?
Lama kelamaan, Zhi Hu Zhe Ye digunakan dalam sebuah pepatah yang berbunyi: Zhi Hu Zhe Ye Yi Yan Zai, Yong De Cheng Zhang Hao Xiu Cai. Artinya kata bantu seperti Zhi Hu Zhe Ye tidak mempunyai arti apa-apa, namun bila dipakai oleh orang pintar baru bisa memperbaiki artikel..

huà shé tiān zú

huà shé tiān zú
"Draw a snake and add feet to it". Atau dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan, "Gambar ular dan tambahkan kaki ke ular itu".
Di jaman kuno negara Chu (楚) ada seorang bangsawan, pada suatu hari setelah usai sembahyang leluhur, dia menghadiahi satu teko arak sembahyang kepada para kaki tangannya yang membantu. Para kaki tangan itu saling berunding dan mengatakan, "satu teko arak ini hanya cukup diminum satu orang, sama sekali tidak cukup diminum bersama. Bagaimana kalau kita lomba menggambar ular di tanah, siapa yang selesai menggambar duluan, siapa yang minum teko arak ini."
Dan lomba gambar ular itupun dimulai. Kemudian, ada seseorang yang terlebih dulu menyelesaikan gambar ular itu. Dia mengambil teko arak dan hendak meminumnya, namun saking bangganya, tangan kirinya menenteng teko arak itu dan tangan kanannya melanjutkan gambar ular itu. Dia berkata, "Saya dapat menambahkan beberapa kaki ke gambar ular itu." Namun, sebelum dia menyelesaikan gambar kaki ular itu, satu orang lainnya telah menyelesaikan gambar ular dan merebut teko arak itu, serta berkata, "Ular asalnya memang tidak ada kaki, kenapa kamu bisa tambahkan kaki ke gambar ular itu?" Akhirnya, orang yang menggambar kaki ular itu tidak mendapatkan teko arak.
Idiom Hua She Tian Zu ini mengumpamakan melakukan sesuatu yang berlebihan, namun efeknya semakin tidak baik atau merugikan diri sendiri. Cerita Hua She Tian Zu ini memberitahu, setiap hal yang kita lakukan seharusnya sesuai dengan kenyataan dan jangan melakukan hal-hal yang berlebihan sehingga merugikan diri sendiri.

Pepatah "yī rì qiān lǐ"

Pepatah "yī rì qiān lǐ": Kuda berlari sangat cepat, dimaksudkan melukiskan sesuatu hal telah mencapai kemajuan besar.
Pada masa Negara-Negara Berperang, Negara Yan diserang Negara Qin. Putra Negara Yan Dan ingin mengundang guru Tian Guang ke kerajaan untuk mencari ide bagus menahan serangan Negara Qin. Tetapi Tian Guang menolak undangan Putra Dan, ia mengatakan, seekor kuda bagus yang muda dapat berlari 1000 kilometer setiap hari, tetapi ketika kuda itu menua, kuda jelek pun dapat berlari lebih cepat daripada dia. Apakah Putra Dan tahukah sebabnya? Putra Dan menjawab, karena kuda itu tidak bersemangat dan sudah tua. Guru Tian Guang mengatakan, betul sekali, sekarang saya juga sudah menua. Meskipun saya ingin berupaya membantu negara, tetapi semangatnya kurang. Saya lebih bersedia memperkenalkan tenaga ahli lainnya untuk memikul tanggung jawab ini. Kemudian Tian Guang memperkenalkan sahabatnya Jing Ke kepada Putra Dan. Putra Dan menuntut ia membunuh Raja Qin, tapi tidak berhasil.

Pepatah "yī zì qiān jīn": penulisan artikel retorik sangat bagus, dan tidak dapat direvisi.

Cerita:
Pada masa terakhir Zaman Negara-Negara Berperang, Di Negara Qin terdapat seorang pengusaha terkenal yang bernama Lv Buwei, dan ia pernah membantu Raja Zhuangxiang. Setelah Raja Zhuangxiang meninggal dunia, Lv Buwei terus menbantu anak Raja Zhuangxiang menguasai negaranya. Pada akhirnya, anak Raja zhuangxiang menjadi raja terkenal dalam sejarah Tiongkok, yaitu Kaisar Qinshihuang.
Pada waktu itu, Lv Buwei mengundang 3000 orang tenaga ahli sebagai cadangan kecerdasannya. Mereka mengajukan banyak pandangan dan usulan, serta mencatat pandangan mereka dalam suatu buku yang berjudul "Lv Shi Chun Qiu". Dengan bantuan buku itu, Lv Buwei telah membantu anak Raja Zhuangxiang menyatukan seluruh Tiongkok, dan menjadi Kaisar Qin Shihuang. Karena begitu berharganya buku tersebut, Lv Buwei pernah mengumumkan kepada masyarakat, bagi siapapun yang mampu menambah atau mengurangi satu kata dalam buku itu, akan diberikan hadiah seribu kilo emas.
Cerita itu akhirnya dicatat dalam "Catatan Sejarah", satu buku terkenal lainnya dalam sejarah Tiongkok. Lama kelamaan, cerita itu menjadi pepatah "yī zì qiān jīn". Biasanya orang menggunakan pepatah "yī zì qiān jīn" untuk melukiskan suatu penulisan artikel atau buku sangat lancar dan bernilai tinggi, sehingga satu katapun tidak perlu direvisi.

cerita Dari abad 9 hingga 5 SM Tiongkok

yi1 ming2 jing1 ren2
一鸣惊人:orang yang tak dikenal membuat prestasi luar biasa yang mengejutkan.
鸣:bunyi burung.
Cerita :
Dari abad 9 hingga 5 Sebelum Masehi, Tiongkok berada dalam zaman negara-negara perang.
Qiwei adalah raja Kerajaan Qi yang baru naik takhta. Setiap hari dikerumuni pejabat di balairung ketika menangani urusan pemerintahan, dan menghabiskan waktu minum arak dan makan sepuas-puasnya dengan ditemani selir-selirnya di tempat kediamannya, sehingga cita-cita luhur dan hasrat besar ketika menjadi putera mahkota berangsur-angsur pudar.
Dua tahun kemudian, Kerajaan Qi makin lemah, para pejabat dan rakyat jelata sangat mengkhawatirkan, tapi tidak berani mengajukan kepada Raja Qiwei karena takut dipenggal kepalanya.
Chun Yukun adalah seorang yang pandai berbicara. Pada suatu hari, Chun Yukun menghadap kepada Raja Qiwei dan mengatakan, " Sri baginda yang mulia, maukah Anda menebak teka-teki ?" Raja Qiwei menjetujuinya.
Chun Yukun mengatakan, " Ada satu burung besar di sebuah negara, tinggal di dalam istana selama tiga tahun, tapi burung itu tidak terbang dan tidak berkicau, hanya mendekam saja, coba tebak itu burung apa ?"
Raja Qiwei segera mengetahui bahwa Chun Yukun mengejek dia sebagai raja yang tidak berupaya apa pun. Raja Qiwei mengatakan, " Burung itu kalau mau terbang akan menjulang ke langit, dan kalau berkicau akan mengejutkan umum, tunggu saja."
Selanjutnya, Raja Qiwei merenungkan kesalahan dalam ruang tertutup, mengubah kesalahan, dan bangkit kembali. Tak lama kemudian, keadaan di Kerajaan Qi berubah sama sekali, dan menjadi negara yang perkasa.

Ucapan IMLEK 2563

Sejarah Tahun Baru Imlek menurut agama Konghucu

Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah sebuah organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tahun 1955.
Keberadaan umat beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi telah dijadikan Agama Negara .
Wen Miao (文庙) - Surabaya
Kehadiran Agama Khonghucu di Indonesia telah berlangsung berabad-abad lamanya, Kelenteng Ban Hing Kiong di Manado didirikan pada tahun 1819 . Di Surabaya didirikan tempat ibadah Agama Khonghucu yang disebut mula-mula : Boen Tjhiang Soe, kemudian dipugar kembali dan disebut sebagai Boen Bio pada tahun 1906. Sampai dengan sekarang Boen Bio yang terletak di Jalan Kapasan 131, Surabaya masih terpelihara dengan baik dibawah asuhan Majelis Agama Khonghucu (MAKIN) “Boen Bio” Surabaya.
Di Sala didirikan Khong Kauw Hwee sebagai Lembaga Agama Khonghucu pada tahun 1918. Pada tahun 1923 telah diadakan Kongres pertama Khong Kauw Tjong Hwee (Lembaga Pusat Agama Khonghucu) di Yogyakarta dengan kesepakatan memilih kota Bandung sebagai Pusat. Pada tanggal 25 September 1924 di Bandung diadakan Kongres ke dua yang antara lain membahas tentang Tata Agama Khonghucu supaya seragam di seluruh kepulauan Nusantara.

Ru Jiao (儒 教) dan Kong Jiao (孔教)

Sejarah perjalanan dan perkembangan agama Khonghucu (Kong jiao) sangatlah panjang. Agama Khonghucu adalah agama yang ada dengan mengambil nama Sang Nabi Khongcu (Kongzi/Kong Fuzi) yang lahir pada tanggal 27 bulan 8 tahun 551 SM di negeri Lu (kini jasirah Shandong). Awalnya agama ini bernama Ru jiao (儒 教). Huruf Ru (儒) berasal dari kata (亻-人) ‘ren’ (orang) dan (需) ‘xu’ (perlu) sehingga berarti ‘yang diperlukan orang’, sedangkan ‘Ru’ sendiri bermakna (柔) ‘Rou’ lembut budi-pekerti, penuh susila, (优) ‘Yu’ – Yang utama, mengutama perbuatan baik, lebih baik,..和 He – Harmonis, Selaras,.. 濡 Ru – Menyiram dengan kebajikan, bersuci diri,.. ‘Jiao 教 berasal dari kata ‘xiao’孝 (berbakti) dan 文 ‘wen’ (sastra, ajaran). Jadi ‘jiao’ berarti ajaran/sastra untuk berbakti; =agama. Maka Ru jiao adalah ajaran/agama untuk berbakti bagi kaum lembut budi pekerti yang mengutamakan perbuatan baik, selaras dan berkebajikan. Ru jiao ada jauh sebelum Sang Nabi Kongzi lahir. Dimulailah dengan sejarah Nabi-Nabi suci Fuxi(2952 – 2836 SM), Shen-nong (2838 – 2698 SM), Huang-di (2698 – 2596 SM), Yao (2357 – 2255 SM), Shun (2255 – 2205 SM), Da-yu (2205 – 2197 SM), Shang-tang (1766 – 1122 SM),Wen, Wu Zhou-gong (1122 – 255 SM), sampai Nabi Agung Kongzi (551 – 479 SM) dan Mengzi (371 – 289 SM). Para nabi inilah peletak Ru jiao. Sedangkan Nabi Kongzi adalah penerus, pembaharu dan penyempurna. Maka Ru jiao juga disebut Kong jiao.


Sejarah Agama Khonghucu di Indonesia

  • 1883 – Boen Tjhiang Soe (Wen Chang Ci 文昌祠), dan kemudian menjadi Boen Bio (Wen Miao 文廟) Jl.Kapasan No. 131 Surabaya. Oleh pihak Belanda disebut “Gredja Boen Bio atau Geredja Khonghoetjoe (de kerk van Confucius). Dewasa ini sebagai tempat ibadah umat Agama Khonghucu Indonesia. Dibina oleh MAKIN – Majelis Agama Khonghucu Indonesia Surabaya.
  • 1886 – diterbitkan kitab Hikayat Khonghucu, disusun oleh Lie Kim Hok.
  • 17 Maret 1900 – 20 pemimpin Tionghoa mendirikan lembaga sosial kemasyarakatan Khonghucu yang disebut Tiong Hoa Hwee Kwan (Zhonghua Huiguan 中華會館) yang bermaksud memurnikan Agama dan menghapuskan sinkretisme.

Berdirinya lembaga-lembaga agama Khonghucu di Indonesia

  • 1918 diresmikan Khong Kauw Hwee (Kong Jiao Hui 孔教會) di kota Surakarta, menyusul pula kota-kota lainnya.
  • 25 September 1924 diadakan Kongres di Bandung yang tujuan utamanya membahas lebih lanjut penyeragaman tata ibadah di seluruh tanah air.
  • 25 Desember 1938 diadakan konferensi di Surakarta dan kedudukan pusat dialihkan ke kota Surakarta, dengan ketua umum Tio Tjien Ik, sekretaris Auw Ing Kiong dan diterbitkan majalah bulanan Bok Tok Gwat Po (Mu Duo Yue Bao).
Konferensi tahun 1941 akan diselenggarakan di Cirebon. Semua sekolah Khong Kauw Hwee diberi pelajaran agama Khonghucu. Upacara pernikahan dan kematian supaya diselidiki dan disesuaikan dengan keadaan zaman, tapi tetap berpatokan pada nilai-nilai Ru Jiao.
  • Pada tahun 1942, karena imbas perang dunia II dan masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia, Khong Kauw Tjong Hwee yang dianggap anti-Jepang dibekukan.
  • Masa Penjajahan Jepang (1942-1945). Pada masa itu, Litang (tempat ibadah umat Khonghucu) banyak menampung pengungsi tanpa memandang ras. Hal ini sesuai dengan prinsip “Di Empat Penjuru Samudera Semua Umat Bersaudara” (四海之內,皆兄弟也 - Si Hai Zhi Nei, Jie Xiong Di Ye). Lun Yu 12:5.
  • Masa Kemerdekaan - Pada awal-awal kemerdekaan NKRI, kegiatan Khong Kauw Hwee lebih banyak bersifat lokal. Pada bulan Desember 1954, di Solo, diselenggarakan konferensi tokoh-tokoh agama Khonghucu untuk persiapan membangun kembali Khong Kauw Tjong Hwee.
  • Pada tgl 16 April 1955 dibentuk PKCHI (Perserikatan Khong Chiao Hwee Indonesia / Perserikatan Kong Jiao Hui Indonesia) sebagai penjelmaan kembali Khong Kauw Tjong Hwee dengan kedudukan pusat di Solo dengan Ketua umum: Dr. Kwik Tjie Tiok. Sekretaris: Oei Kok Dhan.

Kongres agama Khonghucu

  • Kongres pertama diselenggarakan 6-7 Juli 1956 di Solo. Dalam kongres ini disempurnakan AD dan ART PKCHI. Kedudukan pusat tetap di Solo dengan ketua Dr. Kwik Tjie Tiok dan sekretaris Tjan Bian Lie.
  • Kongres kedua diselenggarakan di Bandung, tgl 6-9 Juli 1957. Kedudukan pusat tetap dipilih kota Solo dengan ketua Dr. Kwik Tjie Tiok dan Tjan Bian Lie sebagai sekretaris.
  • Kongres ketiga diselenggarakan di Boen Bio Surabaya tgl 5-7 Juli 1959 dengan ketua umum Tan Hok Liang dan sekretaris Tan Liong Kie untuk periode 1959-1961 dengan kedudukan pusat di Bogor. Di dalam konggres ke empat di Solo 14-16 Juli 1961 diputuskan :
    1. Mengintensifkan penyeragaman tata ibadah.
    2. Mengubah nama PKCHI menjadi LASKI (Lembaga Agama Sang Khongcu Indonesia)
    3. Mengutus Thio Tjoan Tek, salah seorang ketua LASKI, bersama dengan Prof. Dr. Mustopo dari Bandung, memohon agar agama Khonghucu dikukuhkan dalam bimbingan kehidupan masyarakatnya oleh Kementerian Agama RI.
    4. Solo kembali dipilih sebagai pusat organisasi, Tjan Bian Lie sebagai ketua umum dan The Ping Hap sebagai sekretaris.
  • Pada Konggres ke-6 GAPAKSI di Solo 23-27 Agustus 1967, nama GAPAKSI diubah menjadi MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia). Terpilih sebagai pengurus: Ketua Umum: Tan Sing Hoo.
Wakil Ketua Umum: Suryo Hutomo. Sekretaris: Ws. Oei Tjien San. Di dalam konggres ini Pejabat Presiden RI Soeharto dan Ketua MPRS A. H. Nasution, memberikan sambutan tertulis. Dirjen Bimasa agama Hindu dan Buddha Departemen Agama RI, I.B.P. Mastra yang saat itu sudah memberi tempat bagi umat agama Khonghucu di Departemennya, ikut memberikan sambutan atas nama Menteri Agama.
  • Konggres ke-7 diselenggarakan di Pekalongan tgl 24-28 Desember 1969. Kedudukan pusat tetap di Solo. Kepengurusan periode 1969-1971 adalah; Ketua Umum: - Suryo Hutomo. Sekretaris: Tjiong Giok Hwa. Pada Konggres ini IBP Mastra, Dirjen Bimasa Agama Hindu dan Buddha, memberi sambutan mewakili Menteri Agama K. H. Mochammad Dahlan. Juga ikut memberikan sambutan tertulis Ketua MPRS A. H. Nasution.
  • Tanggal 25-27 Desember 1970 diadakan Musyawarah Kerja (Muker) Makin-Makin se-Jawa Barat dan DKI Jaya untuk meningkatkan perkembangan Agama Khonghucu.
  • Tanggal 3 Juli 1971 diadakan Musyawarah Kerja Seluruh Indonesia (MUKERSIN I), yang dihadiri utusan-utusan dari 41 daerah dengan tujuan mensukseskan Pelita dan Pemilihan Umum.
  • Tanggal 23-27 Desember 1971 diselenggarakan Konggres ke-8 Matakin di Semarang. Hasilnya kedudukan pusat tetap di Solo dan terpilih:
    1. Ketua umum: Suryo Hutomo
    2. Sekretaris: Ibu Tjiong Giok Hwa.
  • Tanggal 19-22 Desember 1975 di Tangerang diselenggarakan MUNAS III Dewan Rokhaniwan Agama Khonghucu Indonesia yang dihadiri oleh Rokhaniwan dari 25 daerah. Keputusan-keputusan penting di dalam munas ini adalah disahkannya penyempurnaan hukum perkawinan dan pelaksanaan upacara.
Penyempurnaan dan penyeragaman tata Agama Khonghucu.
  • Tanggal 20-23 Desember 1976 diselenggarakan MUKERSIN II di Jakarta yang dihadiri utusan-utusan dari 35 daerah untuk konsolidasi umat Khonghucu demi mensukseskan Pembangunan Nasional.
Pada tanggal 28 s/d 9 September 1979 MATAKIN mengirim utusan mengikuti World Conference on Religion for Peace ke-3 di New Jersey, Amerika Serikat.
  • Tanggal 23-31 Agustus 1984 MATAKIN mengirim utusan menghadiri World Conference on Religion for Peace di Nairobi, Kenya (Afrika).
Tanggal 15 Januari 1987 di Solo diselenggarakan konferensi MATAKIN secara internal dan sebagai hasilnya telah terpilih Ketua Umum MATAKIN periode 1987-1991 yaitu Ws. Leo Kuswanto.
  • Pada tanggal 14 Maret 1987 diadakan pertemuan MATAKIN dan disepakati untuk mengadakan revisi dan penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dalam rangka menyesuaikan diri dengan Undang-undang No.8/ 1985.
  • Tahun 1993 diadakan Munas (Kongres) MATAKIN XII di Jakarta dan terpilih sebagai Koordinator Presidium Hengky Wijaya dengan Ketua Majelis Pimpinan Pusat Harian Js. Chandra Setiawan dan Sekretaris Irwanto. Kedudukan pusat MATAKIN di Jakarta.
  • Tanggal 13-15 September 2002 diselenggarakan Musyawarah Nasional ke-14 MATAKIN di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta yang dibuka oleh Ketua MPR RI, Amien Rais. Ikut memberikan pengarahan Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Agama, Menteri Pendidikan Nasional Malik Fadjar, Menteri PPN/Kepala BAPPENAS Kwik Kian Gie, mantan Presiden RI K. H. Abdurrahman Wahid, Sekjen MUI Din Syamsudin, Ketua MUI Sulastomo. Pada Munas ini ditetapkan Ketua Umum untuk periode 2002-2006 adalah Js. Budi S. Tanuwibowo dan Sekretaris Umum Dede Hasan Senjaya.


Berdirinya Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN)

Pada tanggal 11-12 Desember 1954 di Sala diadakan konferensi antar tokoh-tokoh Agama Khonghucu untuk membahas kemungkinan ditegakkan kembali Lembaga Agama Khonghucu secara Nasional setelah tidak ada kegiatan semenjak pecahnya perang dunia II dan masuknya Jepang ke Indonesia. Akhirnya pada konferensi yang diselenggarakan di Sala pada tanggal 16 April 1955 disepakati dibentuk kembali Lembaga Tertinggi Agama Khonghucu Indonesia dengan memakai nama Perserikatan K’ung Chiao Hui Indonesia yang diketuai Dr. Sardjono. Tanggal 16 April 1955 disepakati sebagai hari jadi Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia, disingkat MATAKIN.
Sejak berdirinya secara periodik diadakan Kongres/MUNAS. Pada awal pemerintahan Orde Baru, tepatnya tanggal 23-27 Agustus 1967 telah diadakan Kongres ke-VI di mana Soeharto yang pada waktu itu sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia berkenan memberikan sambutan tertulis yang antara lain mengatakan bahwa, "Agama Konghutju mendapat tempat yang layak dalam negara kita jang berlandaskan Pantjasila ini”.
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 477/74054/ BA.01.2/ 4683/95 tanggal 18 November 1978 antara lain menyatakan bahwa agama yang diakui oleh pemerintah yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha mulailah keberadaan umat Khonghucu dipinggirkan. Keputusan politik ini yang sesungguhnya batal demi hukum, karena sangat bertentangan dengan Hak Asasi Manusia, disamping itu bertentangan dengan UUD pasal 29 ayat 2 yang memberikan kebebasan beragama dan beribadat, justru dijadikan pegangan oleh aparat pemerintah sampai sekarang ini kendatipun telah dicabut per tanggal 31 Maret 2000. Surat edaran ini juga mengingkari realita bahwa warga negara Indonesia yang memeluk Agama Khonghucu ada di Indonesia. Karena berdasarkan sensus penduduk yang diadakan lembaga resmi pemerintah yaitu Biro Pusat Statistik Indonesia pada tahun 1976 penduduk Indonesia yang beragama Khonghucu mencapai 0,7% yang berarti lebih dari 1 juta jiwa.


Perkembangan Lembaga dan Agama Khonghucu pada era Reformasi

Patut disyukuri pengakuan hak asasi manusia pada era reformasi mulai membaik, terbukti Menteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet Reformasi memberikan kesempatan kepada Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) mengadakan Musyawarah Nasional XIII di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta pada tanggal 22 – 23 Agustus 1998 yang dihadiri perwakilan Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN), Kebaktian Agama Khonghucu Indonesia (KAKIN) dan wadah umat Agama Khonghucu lainnya dari berbagai penjuruh tanah air Indonesia.
Harus diakui karena selama tidak kurang dari 20 tahun umat Khonghucu di Indonesia hidup dalam tekanan dan pengekangan sebagai akibat tindakan represif dan diskriminatif terhadap umat Khonghucu mempunyai dampak negatif bagi perkembangan kelembagaan umat Khonghucu. Walaupun umat Khonghucu ada di setiap provinsi di Indonesia, belum semua propinsi ada lembaga agama Khonghucu yang terorganisasi dan dibawah pembinaan langsung MATAKIN.

Asas MATAKIN

Sesuai yang tertera dalam BAB II, pasal 4 Anggaran Dasar, MATAKIN berasaskan Pancasila.


Hubungan dengan organisasi lain

Di dalam Anggaran Dasar MATAKIN Bab XIII pasal 21.2 dengan tegas disebutkan bahwa,” MATAKIN bersifat independen, dan tidak berafiliasi dengan/ atau kepada organisasi sosial-politik manapun, baik di dalam dan di luar negeri”.


Tahun Baru Imlek

Imlek adalah religi dan tradisi Konfucian (Rujiao / Kongjiao). Di Tiongkok terdapat dua jenis kalender: kalender tradisional yang biasa disebut agricultural calendar" (農曆 nónglì, 农历) dan kalender Gregorian yang biasa disebut kalender umum (公曆 gōnglì, 公历), atau kalender Barat (西曆 xīlì, 西历). Nama lain dari kalender Tionghoa adalah kalender "Yin” (陰曆 yīnlì, 阴历), yang dihitung atas dasar perhitungan bulan. Sedangkan kalender Gregorian disebut kalender"Yang”(陽曆 yánglì, 阳历) yang dikaitkan pada perhitungan matahari. Kalender Tionghoa disebut kalender lama (舊曆 jìulì, 旧历) sedangkan kalender Gregorian disebut kalender baru (新曆 xīnlì, 新历). Kalender Imlek (Yinli) adalah kalender yang dihitung mulai dari tahun lahirnya Nabi Kongzi tahun 551 SM. Jadi tahun 2007 ini berarti tahun 551+2007= 2558 Imlek. Karena awal tahunnya dimulai dari awal kelahiran Sang Nabi, maka kalender Imlek juga disebut Khongcu-lek.
Kalender Imlek pertama kali diciptakan oleh Huang Di, seorang Nabi/Raja agung dalam agama Ru jiao / Khonghucu. Lalu kalender ini diteruskan oleh Xia Yu, sorang raja suci/nabi dalam agama Khonghucu pada Dinasti Xia (2205-1766SM). Dengan jatuhnya dinasti Xia dan diganti oleh Dinasti Shang (1766-1122 SM), maka system kalendernya juga berganti. Tahun barunya dimulai tahun 1 dan bulannya maju 1 bulan sehingga kalau kalender yang dipakai Xia tahun baru jatuh pada awal musim semi, maka pada Shang tahun barunya jatuh pada akhir musim dingin. Dinasti Shang lalu diganti oleh Dinasti Zhou (1122-255SM), dan bergantilah system penanggalannya juga. Tahun barunya jatuh pada saat matahari berada di garis 23,5 derajat Lintang Selatan yaitu tanggal 22 Desember saat puncak musim dingin. Dinasti Zhou lalu diganti Dinasti Qin (255-202SM). Berganti pula sistemnya. Begitu pula ketika Dinasti Qin diganti oleh Dinasti Han(202SM-206M). Pada zaman Dinasti Han, Kaisar Han Wu Di yang memerintah pada tahun 140-86 SM lalu mengganti sistem kalendarnya dan mengikuti anjuran Nabi Kongzi untuk memakai system Dinasti Xia. Dan sebagai penghormatan atas Nabi Kongzi, maka tahun kelahiran Nabi Kongzi 551 SM ditetapkan sebagai tahun ke-1. Dengan demikian penanggalan Imlek adalah perayaan umat Khonghucu.

Tahun Baru Imlek

 sumber ;wiki

Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek dimulai di hari pertama bulan pertama (bahasa Tionghoa: 正月; pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh 十五冥 元宵节 di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúxī yang berarti "malam pergantian tahun".
Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru Imlek sangat beragam. Namun, kesemuanya banyak berbagi tema umum seperti perjamuan makan malam pada malam Tahun Baru, serta penyulutan kembang api. Meskipun penanggalan Imlek secara tradisional tidak menggunakan nomor tahun malar, penanggalan Tionghoa di luar Tiongkok seringkali dinomori dari pemerintahan Huangdi. Setidaknya sekarang ada tiga tahun berangka 1 yang digunakan oleh berbagai ahli, sehingga pada tahun 2009 masehi "Tahun Tionghoa" dapat japada tahun 4707, 4706, atau 4646.
Dirayakan di daerah dengan populasi suku Tionghoa, Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru di tetangga geografis Tiongkok, serta budaya yang dengannya orang Tionghoa berinteraksi meluas. Ini termasuk Korea, Mongolia, Nepal, Bhutan, Vietnam, dan Jepang (sebelum 1873). Di Daratan Tiongkok, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan negara-negara lain atau daerah dengan populasi suku Han yang signifikan, Tahun Baru Imlek juga dirayakan, dan pada berbagai derajat, telah menjadi bagian dari budaya tradisional dari negara-negara tersebut.

Sejarah

 Sebelum Dinasti Qin, tanggal perayaan permulaan sesuatu tahun masih belum jelas. Ada kemungkinan bahwa awal tahun bermula pada bulan 1 semasa Dinasti Xia, bulan 12 semasa Dinasti Shang, dan bulan 11 semasa Dinasti Zhou di China. Bulan kabisat yang dipakai untuk memastikan kalendar Tionghoa sejalan dengan edaran mengelilingi matahari, selalu ditambah setelah bulan 12 sejak Dinasti Shang (menurut catatan tulang ramalan) dan Zhou (menurut Sima Qian). Kaisar pertama China Qin Shi Huang menukar dan menetapkan bahwa tahun tionghoa berawal di bulan 10 pada 221 SM. Pada 104 SM, Kaisar Wu yang memerintah sewaktu Dinasti Han menetapkan bulan 1 sebagai awal tahun sampai sekarang.

Tahun Baru Imlek di Indonesia

Di Indonesia, selama tahun 1968-1999, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.
Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden Abdurrahman Wahid menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya). Baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003.

Tanggal perayaan

Kalender lunisolar Tionghoa menentukan tanggal Tahun Baru Imlek. Kalender tersebut juga digunakan di negara-negara yang telah mengangkat atau telah dipengaruhi oleh budaya Han (terutama di Korea, Jepang, dan Vietnam) dan mungkin memiliki asal yang serupa dengan perayaan Tahun Baru di luar Asia Timur (seperti Iran, dan pada zaman dahulu kala, daratan Bulgar).
Dalam kalender Gregorian, Tahun Baru Imlek jatuh pada tanggal yang berbeda setiap tahunnya, antara tanggal 21 Januari sampai 20 Februari. Dalam kalender Tionghoa, titik balik mentari musim dingin harus terjadi di bulan 11, yang berarti Tahun Baru Imlek biasanya jatuh pada bulan baru kedua setelah titik balik mentari musim dingin (dan kadang yang ketiga jika pada tahun itu ada bulan kabisat). Di budaya tradisional di Cina, lichun adalah waktu solar yang menandai dimulainya musim semi, yang terjadi sekitar 4 Februari.
Tanggal untuk Tahun Baru Imlek dari 1996 sampai 2019 (dalam penanggalan Gregorian) dapat dilihat di tabel di atas, bersamaan dengan shio hewan untuk tahun itu dan cabang duniawinya. Bersamaan dengan daur 12-tahun masing-masing dengan shio hewan ada daur 10-tahun batang surgawi. Setiap surgawi dikaitkan dengan salah satu dari lima elemen perbintangan Cina, yaitu: Kayu, Api, Bumi, Logam, dan Air. Unsur-unsur tersebut diputar setiap dua tahun sekali sementara perkaitan yin dan yang silih berganti setiap tahun. Unsur-unsur tersbut dengan itu dibedakan menjadi: Kayu Yang, Kayu Yin, Api Yang, Api Yin, dan seterusnya. Hal ini menghasilkan sebuah daur gabungan yang berulang setiap 60 tahun. Sebagai contoh, tahun dari Tikus Api Yang terjadi pada 1936 dan pada tahun 1996.
Banyak orang mengacaukan tahun kelahiran Tionghoa dengan tahun kelahiran Gregorian mereka. Karena Tahun Baru Imlek dapat dimulai pada akhir Januari sampai pertengahan Februari, tahun Tionghoa dari 1 Januari sampai hari imlek pada tahun baru Gregorian tetap tidak berubah dari tahun sebelumnya. Sebagai contoh, tahun ular 1989 mulai pada 6 Februari 1989. Tahun 1990 dianggap oleh beberapa orang sebagai tahun kuda. Namun, tahun ular 1989 secara resmi berakhir pada 26 Januari 1990. Ini berarti bahwa barang siapa yang lahir dari 1 Januari ke 25 Januari 1990 sebenarnya lahir pada tahun ular alih-alih tahun kuda.


hewan Cabang bumi Tanggal
Tikus 19 Februari 1996 7 Februari 2008
Sapi chǒu 7 Februari 1997 26 Januari 2009
Macan yín 28 Januari 1998 14 Februari 2010
Kelinci mǎo 16 Februari 1999 3 Februari 2011
Naga chén 5 Februari 2000 23 Januari 2012
Ular 24 Januari 2001 10 Februari 2013
Kuda 12 Februari 2002 31 Januari 2014
Kambing wèi 1 Februari 2003 19 Februari 2015
Monyet shēn 22 Januari 2004 8 Februari 2016
Ayam yǒu 9 Februari 2005 28 Januari 2017
Anjing 29 Januari 2006 16 Februari 2018
Babi hài 18 Februari 2007 5 Februari 2019