Selasa, 17 Januari 2012

Imlek dan Lampion

Bagi orang Tionghoa secara tradisi berlaku dua penanggalan Gongli公历 atau Yangli阳历yaitu kalender umum (Masehi/Calender Gregorian) dan Nongli农历/Imlek atau Yinli阴历. Kalender Gregorian berdasarkan perhitungan peredaran Matahari disebut juga Kalender Baru atau Xingli新历, sedang Kelender Yinli berdasarkan perhitung peredaran Bulan, maka disebut juga Moon/Lunar Calender. Yinli ini dihitung mulai lahirnya Konghucu pada tahun 551SM. Jadi tahun 2011 + 551 sama dengan Tahun Imlek/Yinli tahun 2562. Sehingga kadangkala oleh orang Tionghoa dialek Hokkian disebut Kongcu-lek.
Tahun baru Imlek atau yang biasa disebut Shincia dengan logat Hokkian atau Chunjie 春节dalam Mandarin adalah hari pertama penggantian tahun dari penanggalan Imlek. Hari raya ini dirayakan sejak hari pertama hingga hari ke 15 bulan satu imlek. Tahun 2011 ini jatuh pada tanggal 3 Pebruari, mulai hari ini disebut Tahun Kelinci.
Konon Kalender Imlek ini pertama kali diciptakan oleh Huangdi黄帝/Kaisar Kuning, Kaisar Pertama di Tiongkok (Kaisar Kuning/ 黄帝huangdi tahun sebelum 2070SM), yang dianggap Raja Agung dan Nabi bagi Agama Konghucu. Kalender ini dilanjutkan oleh Kaisar berikutnya Xia Yu夏禹(kira- kira tahun 2070SM-1600SM) yang juga dianggap Nabi dalam Agama Konghucu. Tapi dengan ditumbangkannya Kaisar Xia oleh Kaisar Shang (tahun 1600-1046SM) sistim kalender diganti. Tahun baru dimajukan satu bulan, sehingga yang semula Tahun Baru jatuh pada awal Musim Semi, menjadi jatuh pada akhir Musim Dingin. Dinasti Zhou menggantikan Shang pada tahun 1046SM (berdiri hingga tahun 256SM), sistim kalender ini diganti lagi, tahun barunya jatuh pada garis edar matahari pada titik 23,5 derajat Lintang Selatan atau pada tanggal 22 Desember penanggalan masehi, saat ini merupakan puncak musim dingin (dikenal dengan hari sembayang Onde atau 冬至dongzhi; ronde=butiran dibuat dari tepung ketan, dimakan bersama wedang jahe). Selanjutnya setiap penggantian dinasti, seperti Qing, Han, sistim diganti juga. Hanya pada Dinasti Han(206SM-220M), kaisar Han Wu Di memerintahkan Kalender Imlek ini untuk kembali pada sistim Xia sama dengan yang digagaskan oleh Konghucu. Untuk menghormati Nabi Konghucu maka tahun kelahiran Konghucu (551SM) ditetapkan sebagai Tahun ke1/pertama Imlek. Maka kini kalender Implek adalah Tahun 2562 (2011Masehi). Sehingga dapat dikatakan bahwa perayaan Tahun Baru Imlek sebetulnya adalah Perayaan Umat Konghucu.
Dalam Agama Konghucu, Konghucu (bahasa Indonesia)/ Kongzi 孔子/Confusicus(Latin) diakui sebagai Nabi terakhir dari agama ini. Lahir pada hari ke 28 bulan 8 tahun 0001 Imlek (551SM). Perkiraan tanggal 1 imlek, rentang waktunya 15 hari kedepan dan 15 hari kebelakang dari 4 Pebruary Kalender Umum/masehi. Tiap 4 atau 5 tahun sekali ada bulan ke 13, untuk menggenapi agar perhitungan tersebut tidak berubah, disebut tahun kabisat (闰年run nian). Hari Wafat Konghucu (18-2-Imlek). Hari Genta Rohani (冬至dongzhi) 22 Desember penaggalan masehi, Qingming (清明5 April penanggalan masehi), Qing Di Gong 清帝公(8/9- bulan 1 Imlek).
Agama Ru/Konghucu adalah agama humanisme, agama hubungan antar manusia, agama orang kudus. Agama Ru tidak terlepas dari pengaruh perkembangan kebudayaan orang Tionghoa. Dimana pada umumnya mereka percaya bahwa seseorang setelah meninggal maka rohnya akan meninggalkan jasadnya, jika orang tersebut adalah orang baik akan menjadi Roh baik dan jika orang ini hidupnya jahat akan menjadi Roh jahat. Dalam agama Ru yang disembah tidak hanya Nabi Konghucu saja. Misalnya pada saat Qing Ming atau Ceng Beng (dialek Hokkian), umat agama Konghucu mengadakan sembayangan kepada leluhurnya, nyekar membersihkan kuburan leluhur. Orang Tionghoa sudah menjadi tradisi memiliki Altar Sembayangan leluhur dirumah, biasanya yang disembayangi tidak hanya leluhur saja tetapi termasuk tokoh-tokoh sejarah yang dianggap kudus.
Lampion, konon berasal dari zaman dinasti Xi Han 西汉 (tahun 206 SM – 9 M) kira-kira 1800 tahun yang lalu, sudah menjadi tradisi setiap Hari Raya Imlek dipajang lampion-lampion di rumah-rumah atau perkarangan atau tempat umum misalnya di taman, kebun, jalan-jalan, lorong-lorong dan lain sebagainya. Lampion ini telah menjadi tradisi bagi orang Tionghoa sebagai simbol kebahagiaan, yang dipasang untuk event-event kegembiraan berwarna merah, dan lampion putih terbuat dari rangka bambu untuk simbol bela sungkawa. Dalam perkembangannya, lampion digambari dan dihiasi ornamen-ornamen macam-macam, dan huruf-huruf kaligrafi. Lampion ada yang terbuat dari kertas, kain, kulit binatang, dan dari bordiran-bordiran kain sutra dan lain-lain.
Lampion gaya Chuanchiu泉州式灯笼

Lampion gaya Fuchuo福州式灯笼-又称为伞灯

Lampion segi empat
Lampion ini sangat erat hubungannya dengan kehidupan orang Tionghoa, lampion digantung di Kelenteng-kelenteng, ruang tamu rumah, dan tempat lain seperti telah disebutkan diatas. Namun yang terbuat dari kertas dapat dikatakan dimulai sejak di Tiongkok ditemukannya teknik pembuatan kertas oleh Cailun蔡伦 pada zaman dinasti Han Timur ( 东汉donghan tahun 25-220 M ). Lampion bagi orang Tionghoa tidak saja sebagai lampu penerangan atau lentra, tapi sudah menjadi simbol.
Namun yang paling menonjol adalah dipasang pada perayaan Shincia hingga Cap Go Mek. Tapi sejak zaman Han hingga Tang, lampion benar-benar sebagai simbol penyambutan hari raya imlek. Saat dinasti Ming Zhu Yuan Chang (tahun 1368 – 1644 M) pendiri dinasti ini, ketika memproklamirkan ibu kota negara di Nanjing diadakan Lampion air, dimana ribuan lampion diambangkan di aliran sungai Qinhuaihe秦淮河. Kemudian setiap tahun diadakan pesta lampion, tapi sejak berdirinya Republik Tiongkok pesta ini memudar, sehingga ahli-ahli pembuat lampion juga berkurang, namun kini rupanya mulai digalakkan lagi.
Ada juga tradisi disaat hari raya imlek, membawa Lampion sebagai simbol untuk medambakan untuk mendapatkan anak lelaki atau putra, karena lafal kata Mandarin yang berdekatan yang mempunyai arti mendapat putra. Denglong灯笼 – Tianding添丁.
Pada zaman kuno di Tiongkok, setiap tahun pada permulaan dimulai masuk sekolah pada bulan 1 Imlek, sekolah-sekolah digantungi lampion-lampion yang disumbang oleh orangtua murid-murid, dan secara simbolik dinyalakan oleh kepala sekolah atau guru, disebut Kai’deng开灯. Yang mempunyai makna murid-murid agar mempunyai masa depan yang cemerlang sepanjang hidupnya. Kemudian hari menjadi tradisi dilakukan setiap Tahun Baru Imlek hingga Cap Go Mek ( Hari 1 s/d 15 ).

Kebiasaan Orang Tionghoa Peranakan Indonesia Dalam Merayakan Hari Raya Imlek
Saat menjelang hari H , biasanya para ibu-ibu dan orangtua telah sibuk menyediakan segala kebutuhan untuk menymbut hari raya ini. Membeli pakaian baru untuk dipakai saat hari H, rumah dicat atau dibersihkan dan dipajang-pajang dengan lampion dan gambar-gambar simbol keberuntungan. Rambut dicukur rapih. Dapur-Dapur dibersihkan.
Malam sebelum hari H hingga hari ke3 dipercaya sudah tidak boleh menyapu rumah, karena dipercaya akan mengurangi rezeki untuk tahun yang akan datang. Pada malam menjelang hari H yang memiliki Altar Sembayangan Leluhur akan menyediakan kue keranjang (dodol cina, yang mempunyai makna perekat kekeluargaan, persaudaraan, pertemanan), kue-kue kering dalam toples-toples, buah-buahan (biasanya 5 macam warna) berupa Apel; Jeruk; Anggur, Pears; Nanas atau buah lainnya (kecuali duren) ; Ruas tebuh yang diikat dengan pita merah, demikian juga toples-toples, buah-buahan dihias dengan guntingan kertas merah diletakkan diatas piring, ikan bandeng rebus, kebang tahu, ketan manis dibungkus kembang tahu dll untuk sajian di Altar. Dikedua sisih Altar biasanya di pajang dua batang tebuh berikut dengan daunnya. Ini sebagai simbol bahwa manisnya hidup tidak akan terus-menerus terjadi (ada batasnya) seperti manisnya tebu yang ber-ruas-ruas.
Dapur disajikan manis-manisan. Karena menurut kepercayaan orang Tionghoa Dewa Dapur yang mempunyai tugas mengawasi kerukungan rumah tangga, pada hari ke 1 hingga ke15 akan pergi ke “Tuhan” untuk melapor kerukunan setiap rumah tangga masing-masing dibumi. Bagi yang sering cekcok dan tidak harmoni, keluarga tersebut untuk tahun akan datang akan tidak dilimpahi rezeki. Dengan disajikan manis-manisan diharapkan agar dewa dapur mau melapor berita manis-manis kepada “Tuhan” untuk keluarga yang bersangkutan.
Pada hari menjelang Imlek biasanya semua orang akan menahan emosi untuk marah-marah, dan berusaha untuk melupakan segala kegundahan, dan ketidak senangan terhadap orang atau lingkungannya, saling maaf-maafan. Diusahakan untuk berhati gembira. Malam harinya pergi sembayang dimuka Altar, setelah kumpul keluarga makan-makan, sama-sama pergi ke kelenteng-kelenteng, ada yang memesan lilin-lilin besar dan kecil untuk dinyalakan pada jam 12 malam, ini menyimbolkan agar untuk perjalanan hidup pada tahun yang akan datang menjadi terang dan cemerlang. Bagi yang beragama Kristen atau Islam biasa tetap ada yang masih mempertahankan tradisi ini, tapi dengan hanya kumpul keluarga dan makan-makan bersama dan berdoa menurut agamanya. Didaerah jakarta dan sekitarnya seperti Bogor, Tanggerang, Bekasi, Kerawang masih sering memanggil group musik Tajidor khas Betawi (pengaruh Portugis, dengan alat musik trombon, trompet, biola dll) dengan lagu-lagu khas Betawi….
Pada pagi hari tahun baru Imlek semua orang berpakaian baju baru, habis sembayang menyatap mieshua terus menjenguk orangtua, tetua dan sanak famili sambil memberi salam ( dengan pai-pai) serta mengucapkan “Kiong’hi-Kiong’hi” biasanya yang senior akan memberi “Angpao” (amplop merah berisi uang tunai) kepada anak-anak, atau anak-anak yang sudah dewasa dan berhasil dalam usaha akan memberi “Angpao” kapada orangtua atau tetua. Ada juga yang berderma kepada orang-orang tidak mampu dengan membagi-bagi “Angpao”. Saat ini dipertunjukan Liong-liong, Barongsai,
Pada hari ke 8 malam jam 12 atau 9 pagi jam 00:00 diadakan sembayang Qing Di Gong 清帝公(8/9- bulan 1 Imlek), biasanya membuka altar darurat di alam terbuka didepan rumah atau pekarangan, dengan sajian vagetarian saja.
Pada hari ke 15 (Cap Go Mek) ada yang menggotong “Tepekong” mengadakan arak-arakan dengan Liong, Barongsai, ada yang beraktraksi dengan ilmu-ilmu supranatural dengan potong lidah, jalan di bara api, mandi minyak panas dan lain-lain, ini biasanya diadakan di halaman kelenteng-kelenteng. Mereka percaya dengan upacara ini dapat mengusir bala.

Tidak ada komentar: