Kamis, 26 Januari 2012

Berbakti terhadap orang tua

Ancaman terhadap nilai 'filial piety' adalah masyarakat modern dimana kehidupan se-hari2 diperintah oleh faktor2 ekonomi yang maju (governed by sophisticated economic factors).
Ex Prime Minister Lee Kuan Yew menyadari betul tentang ini karena di negaranya timbul gejala2 menelantarkan orang tua. Maka dikeluarkanlah UU yang mewajibkan anak2 memelihara orang tua mereka. Pelanggarnya diancam sanksi tindak kriminal en dus masuk penjara!
Ceritanya begini:
Ada seorang kaya raya yang berputra hanya satu. Istrinya sudah meninggal duluan. Ketika putranya itu menikah, ia izinkan anak dan menantu tetap tinggal di bungalownya. Menantunya nyang bermulut manis bagaikan gula itu berhasil menyakinkannya untuk mengalihkan bungalownya atas nama putranya. Sejak saat itu mulailah menantu menterror mertuanya dan suaminya yang memang kaga punya tulang punggung itu diam saja. Akhirnya, karena sudah tidak tahan maka si kaya meninggalkan bungalownya sampai jadi pengemis. Kawan2nya tidak tahu ia pergi kemana sampai pada suatu hari seorang kawannya yang kebetulan bekerja di kantor Perdana Menteri melihatnya mengemis. Maka dihampirilah pengemis itu sambil menyebut namanya tetapi pengemis itu menyangkalnya dan berlalu. Tapi si teman itu yakin haqul yakin bahwa pengemis itulah si A temannya yang kaya raya. Ia memobilisir teman2nya yang lain dan mereka memastikan bahwa si pengemis itulah memang si A. Karena ia bekerja di kantor
PM, maka sampailah cerita itu di telinga Lee Kuan Yew. Perdana Menteri marah besar dan anak si kaya bersama istrinya dipanggilnya menghadap di Istana. Ia panggil juga Supreme Judge Yong Pung How. Didepan Yong, si anak dan istrinya di makinya habis2an. Lalu Yong diperintahkannya untuk membatalkan akte notaris pengalihan hak. Lalu bungalow itupun dikembalikan kepada si A dan si anak plus istrinya diusir dari situ pada hari itu juga.
Ini bukan fiksi melainkan benar2 terjadi.


Hauw atau berbakti kepada orang tua pada saat sekarang ini rasanya
sudah tidak modern lagi alias dianggap sudah kuno atau jadul. Padahal
bagi orang Tiong Hoa adalah hinaan yang paling berat, apabila disebut
“Puthauw” alias tidak berbakti terhadap orang tua.

Unsur utama dalam ajaran Konfucius disimbolkan dalam karakter China
“Jen” = prikemanusiaan/cinta kasih. Karakter China “Jen’ terdiri dari
dua unsur yang masing2 terdiri dari kata “manusia’ dan “dua” =
“manusia untuk kemanusiaan”. Ketika Konfucius ditanya makna dari “Jen”
itu, ia menjawab “Kata itu berarti kasihilah sesama umat manusia’.
Kata “Jen” ini juga sebagai asal dari kata Zen dalam Budhismus Zen.

Tidak ada sistem etika yang lebih berpengaruh pada keluarga di Asia
dibandingkan dengan konsept Konfusianisme mengenai bakti = filial
piety (Xiao) di mana hubungan antara orang tua dan anak menduduki
prioritas teratas. Bakti terhadap orang tua ini lebih dikenal dengan
perkataan “hauw” atau “u-hauw”

Oleh sebab itulah bangsa Tiong Hoa memiliki Kitab khusus yang membahas
mengenai “Hauw”- “Book of Filial Piety”. Kitab ini ditulis oleh
cucunya Konfucius dan walaupun hanya terdiri dari 1.800 kata, tetapi
dampaknya mungkin adalah terbesar diantara Kitab2 Tiong Hoa kuno
lainnya.

Bakti mereka terhadap orang tua ada sedemikian kuatnya sehingga
setelah mati sekalipun mereka tetap menyembah dan menghormati leluhur
mereka dengan memelihara meja sembahyang abu leluhur. Walaupun
kenyataannya ini bukanlah ajaran dari Konfucius, sebab ketika muridnya
Zi Lu bertanya tentang melayani roh2 leluhur yang sudah mati. Guru
berkata: “Saat kamu tidak bisa melayani manusia, bagaimana kamu bisa
melayani roh2 mereka?” Dikutip dari Lun Yu = “The Confucian Analects”

Banyak orang menuduh se-akan2 bangsa Tiong Hoa menghormati orang tua
mereka secara berlebihan sehingga ini dinilai tidak sejalan dengan
ajaran Kristen. Apakah benar demikian?

Di dalam dasa titah, perintah pertama setelah empat titah menata
hubungan vertikal dengan Allah, perintah berikutnya adalah “hormatilah
ayah & ibumu” ini disebut lebih dahulu daripada membunuh, mencuri,
berzinah. Bahkan kalau tidak menurut perintah ini hukumannya pun tidak
kepalang tanggung ialah hukuman mati (Imamat 20:9; 24:15) jadi
hukumnya setara dengan menghujat Allah! Tidak ada hukuman yang seberat
ini di dalam dasa titah lainnya.

Menurut ajaran ini, tidak ada yang lebih keji dari pada perbuatan
seorang anak ”put hao”—anak durhaka yang tidak berbakti terhadap
orang-tua. Oleh sebab itulah, satu salah besar apabila orang
beranggapan, bahwa —karena Taurat tidak mengikat lagi—maka orang
kristen pun bebas untuk menjadi orang2 ”put hao”. Tidak! Paulus
sendiri menegaskannya: ”Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam
Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu - ini
adalah perintah yang penting …” (Efesus 6:1-3).

Mengapa titah ini penting? Tidak lain karena ini merupakan urat nadi
utama peradaban manusia. Ketika orang kehilangan rasa hormat kepada
apa pun dan kepada siapa pun, maka hancur lebur pulalah peradaban
serta merta.

Di dalam seluruh Dasa Titah kalimatnya selalu diawali dengan ”JANGAN”.
Jangan ini, dan jangan itu. Tidak boleh begini, dan tidak boleh
begitu. Seluruhnya! Kesepuluh-puluhnya!

Kecuali dua titah, sebab kedua perintah ini sangat penting. Yang
pertama adalah titah keempat, ”Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat …”;
dan yang kedua adalah titah kelima, ”Hormatilah ayahmu dan ibumu” -
Kenapa Allah menekankan demikian? Apa maksudnya?

Sebab perintah positif ada jauh lebih keras, jelas dan tegas daripada
perintah yang negatif. Perintah ”Kerjakan ini!”, ada jauh lebih jelas
ketimbang perintah ”Jangan lakukan itu!”. ”Kamu ke sana!” mengandung
lebih banyak kepastian dari pada ”Jangan ke situ!”

Begitu pula titah ”Hormatilah ayahmu dan ibumu” jauh lebih jelas kalau
dibandingkan dengan, misalnya, ”Jangan kurang ajar terhadap
orang-tuamu!” Kewajiban terhadap orang-tua” bukanlah pilihan
”ini-atau-itu”. Melainkan suatu kewajiban rangkap
”baik-ini-maupun-itu”. Mustahil orang sanggup memenuhi kewajibannya
kepada Tuhan, sementara ia menelantarkan orang-tuanya.

Dan tidaklah benar praduga kebanyakan orang yang menilai, bahwa orang
Tiong Hoa diwajibkan melayani/menghormati orang tua mereka melebihi
daripada Allah sebab Konfucius sendiri berkata: “Karena itu, seorang
yang mengasihi orang tuanya akan melayani mereka sama seperti juga
melayani Surga, dan melayani Surga sama seperti melayani orang tuanya”

Apakah cukup apabila kita sekedar mendukung dan membantu orang tua
kita dengan bantuan materi, tetapi selanjutnya kita tidak menghormati
mereka. Bukti kasih antara lain ialah memberikan waktu kepada orang
yang kita kasihi.

Seorang Ibu rela menyediakan waktu selama 24 jam untuk bayinya, begitu
sang Ibu mendengar bayinya menangis ia langsung bangun, tetapi
bagaimana dengan putera/i nya setelah mereka dewasa, boro2 mereka
punya waktu, walaupun udah di undang dan di telpon ber-kali2 sekalipun
juga, mereka tetap ogah datang berkujung, bahkan untuk meluangkan
waktu buat telepon azah udah ora ono.

Ortu jaman sekarang harus ngemis agar anaknya bersedia dtg berkujung
ketempat mereka, sebab kahlo nunggu hingga bisa di undang ketempat
mereka sih jangan harap, kalau bukannya pada pesta HUT setahun sekali.

Percuma kita menangis meng-gerung2 selama “3 hari 3 malam” pada saat
ditinggal mati oleh ayah atau ibu kita, tetapi pada saat mereka masih
hidup, kita tidak pernah punya waktu untuk mereka.

Percuma kita nungging sembahyang di depan meja abu leluhur dengan
memberikan berbagai macam sesajen mulai dari “Sam Seng” s/d “Ngo Seng”
yang komplit, tetapi pada saat mereka hidup, tidak pernah sekalipun
juga kita punya waktu untuk mengundang mereka makan, boro2 ngundang
makan, ngirim nasih bungkus azah kagak pernah.

Oleh sebab itulah tepatlah apa yang diucapkan oleh Konfucius:
Mendukung dan membantu orang tua tanpa hormat, seperti juga anjing2
dan kuda2, sebab mereka juga melakukan hal yang sama untuk membantu
dan mendukung. Tanpa rasa hormat mendalam apa bedanya kita manusia
dengan hewan2 tsb.

Apabila Anda mengasihi orang tua Anda, berikanlah waktu Anda sejenak
untuk mereka, berikanlah sedikit atensi sebagai ucapan terima kasih
kita kepada mereka, dengan memberikan hadiah walaupun itu hadiah kecil
sekalipun juga atau undanglah dan ajaklah mereka makan bersama.

Tidak ada komentar: