Jumat, 13 Januari 2012

Sejarah Konfusianisme Konfusianisme

Sejarah Konfusianisme Konfusianisme merupakan suatu ajaran yang berasal dari daratan China yang bersumber pada kitab-kitab klasik yang diajarkan seseorang yang bernama Kon Fu Tse (konfusius) beserta para penganutnya. Kon Fu Tse atau yang dengan bahasa latin menyebutnya Konfusius hidup sekitar tahun 551 SM sampai dengan 479 SM. Kon Fu Tse lahir di tengah-tengah kekacauan sosial dan politik. Kondisi sosial Cina pada masa itu diwarnai oleh ketidakteraturan, degradasi moral yang bermuara pada dehumanisasi. Pada masa itu, tidak ada lagi rasa saling menghargai, saling menghormati satu terhadap yang lain, antara kelompok atau negara yang satu dan kelompok atau negara yang lain terjadi ketegangan. Hal ini disebabkan karena masing-masing individu berusaha memisahkan diri dari kebersamaan demi kepentingan pribadinya. Akibatnya, mereka yang memiliki kuasa semakin berkuasa, sedangkan yang tidak mempunyai kuasa harus rela diperalat demi kepentingan penguasa. Berhadapan dengan situasi zamannya, Kon Fu Tse melihat bahwa persoalan utamanya adalah manusia tidak lagi dihargai sesuai dengan martabatnya. Atas dasar itu, ia ingin mengadakan reformasi masyarakat dan membentuk masyarakat yang hidup dalam kerukunan dan kedamaian.

Kon Fu Tse berkeyakinan bahwa reformasi masyarakat harus dimulai dengan mengembalikan setiap orang pada identitas aktualnya. Dengan ini, Kon Fu Tse bertekad untuk mengadakan reformasi masyarakat zamannya dengan memfokuskan perhatiannya pada manusia itu sendiri. Maka muncullah prinsip-prinsip moral dasar yang dianggap oleh Kon Fu Tse sebagai yang dapat membawa kedamaian, ketenangan dalam diri sendiri maupun bagi orang lain. Prinsip-prinsip moral dasar itu adalah Jen.
. Konfusius Kon Fu Tse berkata, “Jika engkau dapat mempraktekkan kelima hal ini dengan semua orang, engkau dapat disebut Manusia Jen.” Tzu Chang (muridnya) bertanya apa kelima hal itu. Konfusius berkata, “kesopanan, kemurahan, kejujuran, ketekunan dan kebajikan. Jika engkau berlaku sopan, engkau akan dihormati. Jika engkau bermurah hati, engkau akan memperoleh segala sesuatu. Jika engkau jujur, orang akan berharap padamu. Jika engkau tekun, engkau akan memperoleh hasilnya. Jika engkau bermaksud baik, engkau dapat memperkerjakan orang lain.” Kon Fu Tse menekankan konsep Jen sebagai nilai utama yang amat menentukan dalam suatu tindakan manusiawi dan pengembangan kualitas diri. Perbedaan perspektif pada saat itu, sangat sulit untuk ditemukan pengertian yang definitif dari Jen. Dari kekacauan sosial dan ekonomi yang terjadi, Jen menekankan pada pembentukan moraltias dan self-cultivasi pada setiap individu. Maka lahirlah Konsep konfusianisme apa yang disebut Etik Konfusianisme.   Pada konsep Etik Konfusianisme, Kon Fu Tse menekankan perubahan diri melalui perbuatan-perbuatan yang baik, pengembangan diri guna mencapai tujuan hidup. Pemecahan atas kekacauan dan permasalahan dapat dimulai dari perubahan diri manusia itu sendiri.

Pandangan Kon Fu Tse dalam konsep Jen juga menekankan pada pola pembenahan tata politik melalui pembetulan nama. Kon Fu Tse menjelaskan, “Hendaknya seorang penguasa bersikap sebagai penguasa, seorang menteri bersikap sebagai seorang menteri, seorang bapak bersikap sebagai seorang bapak dan seorang anak bersikap sebagai seorang anak.”
Dalam kaitannya pada perubahan kondisi politik saat itu, Kon Fu Tse menjelaskan, “Jika seorang ayah menunjukkan Jen-nya kepada keluarga dan anak-anaknya, ia akan menerima penghormatan (Li) dari mereka sebagai ganjarannya. Dan jika Pemerintah menunjukkan Jen kepada rakyat, pemerintah akan menerima ketaatan dari mereka.” Kon Fu Tse percaya bahwa dengan mengembalikan identitas seseorang maka negara pasti aman. Tapi karena sumber nilai kebaikan dan kebahagiaan adalah manusia, maka usaha reformasi atau pemulihan keadaan masyarakat harus didasarkan atas prinsip-prinsip moral dasar. Hal itu berarti, menurut Konfusius, pembaharuan sosial-politik perlu mendapatkan pendasarannya pada moralitas. Nilai-nilai pada ajaran Kon Fu Tse lalu dikemas secara ringkat menjadi 3 konsep utama konfusianisme yang kemudian akan dikaitkan dengan studi kasus di Singapura dalam rangka perjalanan ekonomi Singapura menjadi negara industri baru.
 Nilai-Nilai Konfusianisme KonfusianismeDi dalam istilah China, Konfusianisme menunjuk pada dua pengertian Ju Xhiao dan Ju Xhia. Dimana Ju Xhiao yang mengacu pada ajaran agama. Sedangkan Ju Xhia adalah suatu aliran atau isme dalam pengertian filsafat, budaya maupun ilmu pengetahuan. Untuk keperluan penelitian ini Konfusianisme yang dimaksud akan menitikberatkan pada penggunaan pengertian Konfusianisme dalam arti Ju Chia. Dan pada bab ini akan diceritakan mengenai kontribusi Konfusianisme terhadap keberhasilan Singapura menjadi NIC, sebab adanya fenomena yang muncul pada negara-negara industri baru di kawasan Asia Timur seperti Hongkong, Taiwan, Korea Selatan dan termasuk Singapura telah memberikan inspirasi bagi para ahli politik dan ekonomi pembangunan Barat untuk merevisi pandangannya tentang Konfusianisme. Dimana rahasia perkembangan ekonomi yang begitu tinggi yang diperoleh oleh negara-negara industri baru harus dicari pada faktor-faktor kultural, sebab secara kultural negara-negara industri baru tersebut sama-sama memiliki latar belakang penduduk dan budaya yang sama dimana etnis Cina merupakan mayoritas di negara NICs. Dengan kultur dan penduduk yang mayoritas adalah etnis China maka budaya dari etnis China tersebut akan mempengaruhi aspek-aspek kehidupan di negara-negara NICs. Begitu pula dengan Singapura, Singapura memiliki penduduk yang mayoritas etnis China dimana budaya Konfusianisme yang melekat pada etnis China tersebut memiliki pengaruh terhadap aspek-aspek kehidupan yang ada di Singapura. Berkaitan dengan hal itu, pada bab ini akan dijelaskan tentang konsep Konfusianisme yang mempengaruhi aspek-aspek kehidupan Singapura, dimana termasuk di dalamnya adalah aspek sosial politik yang berupa kekuatan nasional Singapura dengan karakter nasional dan kualitas pemerintahan sebagai elemennya. Konsep Konfusianisme yang dimaksud adalah etik Konfusianisme dan konsep di empat penjuru samudera adalah saudara yang mendukung dari karakter nasional dan konsep lima hubungan manusia/five human relationship yang mendukung dari kualitas pemerintahan Singapura.
1. Etik Konfusianisme Dalam etnik Konfusianisme, ajaran yang paling mendalam dari Kǒngzǐ dengan demikian terletak pada tekanannya untuk membangun diri atau pemberadaban diri (self-cultivation), keteladanan moral serta kemampuan untuk membuat keputusan yang terlatih baik, ketimbang pengetahuan akan hukum-hukum alam. Refleksinya, konsep konfusianisme dalam etik konfusianisme adalah sikap-sikap pembenahan dan pembentukan kualitas diri. Seperti etos kerja yang giat, rajin dan serius tunduk terhadap otoritas yang lebih tinggi, menghormati orang tua, etos kerja yang giat, rajin dan serius, selalu mencari konsensus dan keharmonisan dan menekankan pada ketertiban dan stabilitas. Selanjutnya akan kita lihat bagaimana kontribusi dari etik Konfusianisme terhadap perkembangan negara Singapura, sehingga Singapura termasuk kategori negara-negara industri baru/Newly Industrialized Countries (NICs). Di dalam etik Konfusianisme terhadap sikap hidup yang selalu mencari keharmonisan dan menekankan pada ketertiban dan stabilitas. Konsep ini mewarnai aspek-aspek kehidupan di Singapura termasuk aspek sosial dan politik, terutama pada masa pemerintahan yang dipimpin oleh Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Keharmonisan, kestabilan dan ketertiban menurut pemerintah Singapura amat diperlukan dalam menciptakan kondisi negara yang aman. Dimana dengan kondisi negara yang aman dan stabil, maka akan membuat iklim ekonomi di dalam negeri Singapura dapat tercipta dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat cara Lee Kuan Yew dalam menangani/mengatur negaranya. Untuk menciptakan kondisi negara Singapura yang stabil dan aman yang dapat mendukung iklim ekonomi yang baik dan mendukung proses pembangunan, maka pemerintah Singapura menerapkan disiplin, baik itu disiplin politik maupun disiplin sosial. Dan tantangan bagi Lee dalam menerapkan kebijakannya itu adalah bagaimana menyeimbangkan antara yang menurutnya sangat diperlukan yaitu disiplin sosial dan politik dengan kebebasan yang diinginkan oleh rakyat Singapura: “Lee challage was to strike a balance between what he considered necessary, namely tight social and political discipline, and what “his” people, who growing more affluent and better-eduated every year, might have preferred, namely more freedom”. Penerapan disiplin politik dimaksudkan agar kondisi politik dalam negeri Singapura stabil dan tidak dalam kondisi konflik akan tetapi dalam kondisi yang harmanis. Untuk itu pemerintah Singapura mempraktekkan sistem satu partai dominan walaupun secara teknik Singapura menggunakan sistem multipartai. Mengenai hal tersebut Lee Kuan Yew sebagai Perdana Menteri Singapura mempunyai visi/pandangan yaitu, dia (Lee) lebih senang sistem satu partai dominan karena Lee beranggapan dengan sistem tersebut akan membawa keamanan dan kemakmuran, dan menurut Lee pula bahwa partai oposisi yang kuat bukan sesuatu yang penting dalam demokrasi dan bahkan partai oposisi akan menciptakan ketidakharmonisan. Dan pandangan Lee tersebut sering dijelas-jelaskannya kepada rakyat Singapura: “Lee likes to expound on his vision of a one party government that brings peace and prosperity. He argues that strong oposisition parties are not essential to democracy, that infact they would only promote disharmony. This is a profoundly Confucian Veiw”. Selain mempraktekkan sistem satu partai dominan pemerintah Singapura juga menegakkan disiplin politiknya dengan memberantas korupsi. Hal ini juga untuk menciptakan kestabilan politik dalam negeri yang dapat mendukung iklim ekonomi yang kondusif bagi proses pembangunan. Dan dalam rangka untuk mencegah dan memerangi korupsi, di Singapura ada The Corrupt Practice Investigation Bureau (CPIB), dimana CPIB ini bertanggung jawab secara langsung pada Perdana Menteri. Dan hasilnya adalah Singapura dikenal sebagai negara yang rendah tingkat korupsinya: “Since 1957 corruption has steadly increased in Malaysia and also the rest of The Asean Countries with exception of Singapore”. Sedangkan disiplin sosial yang diterapkan oleh pemerintah Singapura diharapkan akan pula menciptakan kondisi dalam negeri yang stabil. Jika setiap komponen yang ada di Singapura memiliki kedisiplinan maka akan tercipta stabilitas. Alasan pemerintah Singapura untuk menerapkan disiplin sosial karena pemeritnah berkeyakinan dengan menjadi negara yang disiplin, maka Singapura akan menjadi sebuah negara maju. Dan menurut pemerintah Singapura, jika negara ini ingin dihargai secara internasional, maka rakyatnya harus hidup berdisiplin dan tidak berlaku seenaknya sendiri. Dengan menjadi negara yang dihargai oleh dunia internasional maka akan lebih mudah bagi pemerintah untuk menjalin hubungan dengan negara-negara lain dalam rangka menjalankan kebijakan-kebijakannya. Kebijakan pemerintah mengenai disiplin sosial tersebut mengikat kehidupan rakyat Singapura, dimana segala sesuatunya penuh dengan aturan. Dari mulai dilarang meludah sembarangan, dilarang merokok di tempat umum, dilarang menghentikan bis di sembarang tempat (harus di halte) dan lain-lain, jika semua itu dilanggar maka konsekwensinya adalah “fine” (denda); (You can be fined for eating on subway, smoking in restaurant, failling to flush a urinal). Dengan memiliki peraturan-peraturan yang ketat dan sanksi hukum yang relatif berat, maka hasilnya memang Singapura menjadi terkenal negara yang serba teratur. Keteraturan ini merupakan hasil dari kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Singapura dengan menerapkan disiplin sosial politik dan membuat kondisi Singapura menjadi relatif stabil. Dan kebijakan ekonomi open door for foreign investment juga berjalan dengan baik sebab didukung dengan kondisi politik sosial yang stabil dan minimnya korupsi, serta kondisi masyarakat yang bersiplin dan teratur. Dengan situasi kondisi yang aman dan stabil itulah Singapura menawarkan kepada investor untuk menanamkan modalnya di Singapura; “Singapore offers them (foreign investor) inexpensive labor and a favorable business environment of political stability and minimal corruption”. Hasilnya adalah antara tahun 1960 sampai 1970 TNC (Transnational Corporation) datang ke Singapura dengan beberapa alasan diantaranya karena kondisi dalam negeri Singapura yang stabil: “During 1960s and 1970s TNC (Transnational Corporation came to Singapore in response to political stability”. Dalam Eik Konfusianisme terdapat definisi tunduk terhadap otoritas yang lebih tinggi. Artinya dalam hubungan antara rakyat dengan pemerintahnya, rakyat dituntut untuk patuh terhadap aturan-aturan pemerintah yang berlaku. Dan dalam rangka menciptakan stabilitas di Singapura pemerintah mengeluarkakn ebijakan-kebijakan yang keras untuk membuat Singapura menjadi negara yang tertib dan teratur. Pelanggaran terhadap peraturan mempunyai konsekuensi hukum terhadap pelanggarnya. Peraturan-peraturan yang keras, dengan saksi yang tanpa pandang bulu, diciptakan oleh pemerintah Singapura untuk membangun suatu masyarakat yang modern yang berdisiplin. Dan itu berarti bahwa kebebasan warga Singapura menjadi terbatas. Mengenai hal itu Lee Kuan Yew memiliki pandangan konfusianisme tentang kebebasan individu; “From Lee’s Confucian perspective, emphasis on individual freedoms in The West puts law-abiding citizens at the mercy of criminals. In Singapore there is discipline and respect for those in authority, and people not afraid to venture out on the streets at night.” Dengan kata lain, Lee berpendapat bahwa untuk menciptakan kondisi yang aman maka diperlukan disiplin dan menghormati terhadap hukum yang berlaku. Dan untuk menjadi negara maju rakyat Singapura harus tunduk dan patuh (loyal) pada aturan yang dibuat pemerintahnya. Semua itu dalam rangka untuk menciptakan ketertiban yang pada akhirnya nanti juga akan tercipta stabilitas/keamanan sehingga negara dapat melaksanakan program-pprogram pembangunan yang telah direncanakan. Mengenai aturan-aturan yang diterapkan pemerintah Singapura sebagian besar mereka (rakyat Singapura) setuju dengan segala kebijakan pemerintah. Dan banyak dari penduduk Singapura mendukung pernyataan Lee tentang kestabilan negara dimana Lee menyatakan bahwa kebebasan akan menyebabkan ketidakamanan: “Many citizens accept Lee contention that liberty equals insecurity.”Disamping itu ketundukkan terhadap pemerintah dapat dilihat pula dengan dukungan rakyat terhadap rezim yang berkuasa di Singapura, dimana dari pemilu yang diselenggarakan dari tahun 1968 sampai dengan tahun 1988 mayoritas rakyat Singapura selalu mendukung rezim yang berkuasa. Dengan melihat hal tersebut di atas makna itu dapat melihat bahwa rakyat Singapura sebagian besar mendukung apa yang dilakukan oleh pemerintahannya Lee Kuan Yew untuk menjadikan negara Singapura menjadi negara yang maju melalui konsep konfusianisme yaitu etika konfusianisme dalam menciptakan harmoni, stabilitas dan ketertiban serta kepatuhan terhadap otoritas yang lebih tinggi yaitu pemerintah. Satu hal lagi yang menegaskan bahwa Singapura dipengaruhi konsep etik konfusianisme dalam pemerintahannya adalah ketika terjadi suksesi di Singapura. Setelah Lee turun dari kursi Perdana Menteri Singapura digantikkan oleh juniornya Goh Chok Tong, Lee masih dihormati dan dihargai dengan diangkatnya Lee sebagai Menteri Senior (Senior Minister). Pengangkatan Lee menjadi Senior Minister menunjukkan bahwa pemerintah Singapura pasca Lee yang dipimpin oleh Goh Chok Tong masih menghormati Lee sebagai seseorang yang telah berjasa besar dalam menjadikan Singapura menjadi negara yang dijuluki NIC. Penghormatan terhadap Lee Kuan Yew sejalan dengan konsep Konfusianisme, yaitu konsep menghormati orang tua. Dimana dalam etik konfusianisme yang telah kita ketahui sebelumnya ternyata cocok dengan praktek penghormatan terhadap Lee Kuan Yew.
2. Lima Hubungan Antar Manusia Sebuah konsep dari ajaran Konfusianisme yang mendukung dengan kualitas pemerintah Singapura (The Quality of Government) adalah konsep yang dinamakkan five human relationships. Five Human Relationships yaitu ajaran Konfusianisme mengenai bagaimana hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya yaitu bagaimana rakyat dalam bersikat terhadap pemerintah serta bagaimana pemerintah bersikap terhadap rakyatnya. Five Human Relationships yaitu : 1. Hubungan antara Raja dan Menteri, 2. Bapak dan anak, 3. Suami dan istri, 4. Kakak dan adik, 5. Teman.
Jika lima hubungan itu digambarkan sebagai hubungan antar aparat pemerintah dan aparat pemerintah dengan rakyatnya; yaitu seorang pemimpin (perdana menteri) harus bertindak sebagai pemimpin dan para pembantu pemimpin (menteri-menteri) itu juga harus bertindak sesuai dengan jabatannya. Artinya jika seorang pemimpin mengeksploitisir/menipu rakyatnya maka kemungkinan besar para pembantunya juga akan berbuat hal yang sama dan nantinya akan timbul kekacauan dan seorang pemimpin juga harus bisa berlaku sebagai ayah yang tidak boleh mengabaikan tugasnya agar dapat ditaati oleh anak-anaknya (rakyatnya). Pada pemikiran politik Kongzǐ diia yakin bahwa pemerintah yang terbaik adalah yang memerintah dengan moralitas rakyat ketimbang dengan penyuapan dan pemaksaan. Dalam Dà-xúe (Ajaran Besar) dia berpesan: Jika orang harus dibimbing oleh hukum dan keseragaman hendak dicapai melalui hukuman, orang memang akan menghindari hukuman namun tanpa rasa malu. Tetapi jika mereka dipimpin dengan kebajikan dan keseragaman dicapai dengan jalan menerapkan aturan kepatutan, orang akan memiliki rasa malu, dan lebih-lebih lagi menjadi orang baik. Pendek kata Konfusianisme mengutamakan hubungan antara manusia yang seimbang, maka yang sebagai pemimpin harus bertindak bijaksana sesuai dengan statusnya sebagai pemimpin dan yang dipimpin mau mentaati pemimpinnya tersebut dan ini akan menciptakkan keadaan yang tertib, teratur yang merupakan syarat mutlak bagi stabilitas dan keamanan dan dengan kondisi negara yang stabil dan aman maka pembangunan akan dapat berjalan lancar. Sebenarnya inti dari ajaran konfusianisme tentang lima hubungan manusia (Five Human Relationships) adalah masing-masing baik pemerintah ataupun rakyat harus dapat menjalankan kewajibannya masing-masing. Kewajiban rakyat adalah untuk patuh terhadap otoritas yang lebih tinggi (pemerintah) dan kewajiban pemerintah untuk mengatur negaranya dengan baik sehingga rakyatnya dapat hidup makmur. Jadi tidak hanya kepatuhan yang dituntut dari rakyat tetapi pemerintah pun dituntut untuk dapat menjalankan kewajibannya sesuai statusnya sebagai pemimpin. Kepatuhan/ketundukan rakyat Singapura telah dipenuhi/ditunjukkan rakyat Singapura dengan selalu mendukung pemerintah yang berkuasa dengan selalu mendukung rezim tersebut dalam setiap pemilu yang diselenggarakan sejak tahun 1968 sampai tahun 1988 (bahkan sampai tahun 1990-an). Diamping pemerintah yang menuntut rakyat untuk tunduk pada pimpinnya, dukungan terhadap pemerintah juga tidak lepas pula dari keberhasilan pemerintah Singapura dalam menjalankan tugasnya, dimana pemerintah Singapura telah berhasil membuat negara Singa itu menjadi mamur. Sehingga dengan keberhasilan tersebut berarti Pemerintah telah menjalankan tugasnya sebagai pemerintah (tidak mengabaikan tugasnya) dan sebagai timbal baliknya jiga pemerintah telah menjalankan tugasnya maka rakyat pun akan mendukung terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintahnya. Singapura telah berhasil menciptakan negara yang paling baik tingkat pendidikannya dan tingkat kesehatannya dibanding dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara; “Singapore has the healtiest, longest-lived, and best educated citizens anywhere in Southeast Asia. The streets are immaculate. (Littering is treated as a serious offense). Public transportations is better than anywhere else in Asia.” Jadi antara rakyat dan pemerintah Singapura telah menjalankan tugasnya sesuai dengan statusnya, rakyat yang harus patuh terhadap pemerintah, diwujudkan dengan kemauan rakyat mendukung rezim yang berlaku agar pemerintah Singapura menerapkan aturan-aturannya demi jalannya program-program pembangunan yang dilaksanakan, sedangkan pemerintah bertindak sesuai statusnya dalam menjalankan tugasnya menjalankkan kekuasaan yang diberikan padanya untuk mensejahterakan rakyatnya. Ini berarti bahwa konsep tentang Five Human Relationships juga memberian kontribusi terciptanya negara Singapura yang disiplin, tertib dan teratur. Dengan menjadi negara yang disiplin, tertib aman dan teratur membuat Singapura menjadi kawasan yang nyaman untuk berbisnis, dan ini memang sesuai dengan keinganan Singapura untuk menjadikan Singapura menjadi kawasan perdaganan dan jasa internasional.   3. Empat Penjuru Samudera adalah Saudara Diatas telah dijelaskan, salah satu lima sikap yang terutama dalam Jen yaitu ketekunan. “…Jika engkau tekun, engkau akan memperoleh hasilnya“. Ketika etik konfusianisme fokus terhadap pengembangan diri manusia, dan lima hubungan antar manusia pada sistem sosial, kini empat penjuru samudera adalah saudara ini menerapkan kepada individu untuk melakukan segala hal dengan ketekunan dan memberikan bentuk nilai atau hasil.

Konsep ini di kaitkan pada masyarakat konfusianisme untuk selalu tekun dan serius guna mencapai hasil kerja yang sempurna, termasuk dalam bidang bisnis sebagai pondasi keberhasilan Singapura dalam bidang ekonomi. kesuksesan orang-orang etnis Cina yang dalam bidang bisnis. Etnis Cina dimana kita ketahui sebelumnya merupakan mayoritas di Singapura sehingga kemampuan berdagang juga melekat pada orang-orang Singapura; “Trading is a Skill easily mastered by the Chinese. Or at least those Chinese who emigrated to Southeast Asia. Therefore, Singapore with aits large ethnic Chinese population is well provisioned.”
Keahlian orang-orang etnis China di Singapura dalam hal perdagangan dapat dibuktikan dengan data perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam bursa saham Singapura 81 % nya adalah milik orang-orang etnis China. Salah satu keahlian dari enis China dalam berdagang adalah kemampuan mereka membentuk jaringan dalam berbisnis. Keahlian dalam berbisnis etnis China dengan membentuk jaringan sejalan dengan konsep yang ada dalam konfusianisme. Dalam konfusianisme terdapat konsep tentang “Di Empat Penjuru Samudera adalah Saudara” (Lun Gi XII:5) dan ini juga merupakan kunci keberhasilan orang-orang Asia Timur (termasuk Singapura) dalam membina dunia bisnis mereka. Karena dengan konsep tersebut orang-orang etnis Cina mengembangkan usahanya melalui jaringan bisnis dimana itu merupakan keahlian dalam berdagang. Jaringan-jaringan bisnis yang dimiliki pengusaha etnis Cina menyebar dan menembus batas-batas negeri. Banyak perusahaan keluarga etnis Cina skala besar yang menjadi transnasional. Misalnya, The Overseas Union Bank, The United Overseas Bank, Tat Lee Bank, dan kelompok-kelompok OECB Bank, yang semuanya dimiliki oleh keluarga, telah membangun bisnis di Malaysia. Kelompok Hong Leong di Malaysia merupakan kelompok yang tumbuh dari sebuah kelompok perusahaan Singapura. Perusahaan miliknya berkembang, tidak hanya bergerak dibidang alat-alat perkebunan tetapi juga dibidang properti, bisnis bidang kontraktor, perhotelan, semen, barang-barang baja. Kerajaan keluarga Kwek tidak terbatas di Singapura tetapi elompok Hong Leong berhasil mengembangkan usahanya di luar Singapura. Konsep Di Empat Penjuru Samudera adalah Saudara ini dapat dilihat pada keluarga Kwek yang tergabung dalam Hong Leong ketika mengembangkan usahanya, dimana ketika mengembangkan usahanya di Malaysia. Keluarga tersebut membangun usahanya dengan mendirikan perusahaan cabang yang bergerak dibidang yang sama dengan perusahaan di Singapura, yaitu bidang pembangunan properti, keuangan dan perbankkan. Hong Leong Malaysia dipimpin oleh Pak Kwek Leng Chan, keponakkan dari Pak Kwek Hong Png dimana dibawah kepemimpinannya Pak Kwek Leng Chan berhasil mengembangkan identitasnya sendiri dan operasinya independen dari kelompok Singapura. Kemudian Hong Leong Singapura dan Hong Leong Malaysia sama-sama telah berkembang keluar negeri: Hongkong, Taiwan, Filipina, Cina dan Inggris. Konsep tentang di Empat Penjuru Samudera adalah Saudara merupakan konsep tentang pembentukkan jaringan bisnis agar lebih mengembangkan usahanya keluar dari wilayah usaha yang dibentuknya. Konsep ini telah diterapkan oleh pengusaha-pengusaha etnis Cina pada umumnya termasuk etnis Cina di Singapura. Jaringan bisnis pengusaha etnis China Singapura tidak hanya pada negara tetangganya (Malaysia) saja akan tetapi jaringan yang dibentuk oleh pengusaha entis China juga sampai di Hongkong, Taiwan, Filipina, dan RRC bahkan sampai ke negara Inggris. Jaringan bisnis yang dibangun oleh pengusaha etnis China Singapura telah membuktikan bahwa konfusianisme juga mempengaruhi kehidupan bisnis orang-orang etnis China Singapura sehingga hal itu juga menjadi salah satu keahlian mereka dalam dunia perdagangan. Dan pada akhirnya konsep tentang Di Empat Penjuru Samudera adalah Saudara yang diimplementasikan oleh para pengusaha etnis Cina di Singapura dengan membentuk jaringan bisnis memberikan kontribusi pada terbentuknya karakter nasional dimana karakter nasional Singapura merupakan salah satu unsur kekuatan nasional Singapura yang menjadi salah satu faktor dari keberhasilan Singapura menjadi negara NIC.
 Perkembangan Konfusianisme Implementasi ajaran Konfusius telah memberikan sumbangan positif bagi pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam rangka proses modernisasi di Singapura. Secara garis besar, ajaran Konfusius yang diimplementasikan dalam kehidupan sosial di Singapura telah menopang terjadinya pertumbuhan ekonomi Singapura yang cepat. Ajaran Konfusius yang dilihat sebagai faktor pertumbuhan ekonomi yang cepat di Singapura adalah ajaran mengenai kepatuhan dan kesetiaan, pemahaman bahwa negara adalah agen moral yang aktif dalam pembangunan masyarakat, penghormatan atas status dan hierarki, penekanan pada pengembangan diri dan pendidikan, dan perhatian terhadap harmoni sosial. Berkembangya waktu dan modernisasi, ideologi konfusiansme mengalami perkembangan menjadi neo konfusianisme. Neo konfusiaisme merupakan penggabungan antara nilai-nilai konfusianisme, Daoisme dan Budhisme. Yaitu dimana konfusianisme mengajarkn penyelaraskan hubungan antar manusia, Daoisme memberikan nilai perlunya hubungan manusia dengan alam, serta Budhisme yang menganjurkan penyelarasan hubungan antara manusia dengan sang pencipta.
Ini bermula dari perdebatan antara Men zi dan Kong Zi yang turut menyelaraskan hubungan dari berbagai aspek. Selain hubungan antar manusia, Men Zi mencoba menitikberatkan penyelarasan hubungan manusia dengan alam. Neo-Konfusianisme adalah bentuk Konfusianisme yang terutama dikembangkan selama Dinasti Song, tetapi aliran ini mulai nampak ke permukaan sudah sejak zaman dinasti Tang lewat Han Yu dan Li ao. Neo konfusianisme menekankan konsep Etik Konfusianisme pada pengembangan diri melalui pendidikan.
Confusius (Widyastini, 2004 : 8) berpendapat bahwa pendidikan memiliki dua tujuan yaitu tujuan secara khusus dan secara umum. Secara khusus untuk membimbing dan mendidik agar senantiasa siap menjadi generasi-generasi penerus bangsa dan secara umum untuk mewujudkan manusia-manusia yang bermoral, pandai, dan mempunyai rasa tanggung jawab kepada masyarakat, bangsa dan negara. Di Singapura, pendidikan merupakan faktor penting untuk menentukan kedudukan seseorang dalam masyarakat. Seseorang yang ingin meningkatkan status sosial dan kehidupan ekonomi harus mempunyai gelar kesarjanaan dengan mengikuti ujian masuk menjadi pegawai pemerintahan. Ujian saringan dilakukan dengan ketat karena pegawai pemerintahan merupakan kedudukan yang tinggi dalam masyarakat Singapura. Pendidikan berperan dalam peningkatan dan pengembangan diri seseorang menuju taraf hidup yang lebih baik. Pendidikan sangat berpengaruh besar dalam pertumbuhan ekonomi di Singapura.
Adapun visi pendidikan di Negara Singapura adalah ”First World Economy, World Class Home” dengan menekankan pentingnya sisitem pendidikan yang berkualitas tinggi. Visi di bidang pendidikan bukan semata-mata sebagai sarana pengembangan sumber daya manusia namun juga menjadi sumber keuangan negara. Untuk mencapai visi tersebut pemerintah Singapura membentuk suatu lembaga yaitu Singapore Education. Singapore Education adalah suatu inisiatif multi-lembaga yang didirikan oleh Pemerintah Singapura untuk mengembangkan dan mempromosikan Singapura sebagai pusat pendidikan berkualitas dan membantu siswa internasional mengambil keputusan dalam hal belajar di Singapura. Dalam kinerjanya lembaga ini dibantu oleh beberapa lemabaga lain yang mempunyai tugas berbeda sesuai keahliannya masing-masing. adapun lembaga tersebut antaralain : Singapore Tourism Board (STB) - Education Services DivisionLembaga ini mempunyai peran untuk mempromosikan Singapore Education di luar negri, sehingga nantinya Negara lain akan mengetahui pendidikan di Singapura itu seperti apa. Jika dirasa memang bagus, maka mungkin saja Negara-negara yang lain akan tertarik dan melakukan kerjasama dengan Singapura. Dalam lemabaga ini terdapat 3 departemen yang masing-masing mempunyai focus pelayanan pendidikan yang berbeda yaiu : Pengembangan pasar dan Industri Pendidikan Penyelenggaraan seminar dan pameran pendidikan Pelatihan bagi para konsultan pendidikan Pengembangan media internasional 2. Strategi pemasaran industry pendidikan  Lembagai ini mempunyai tugas untuk menarik berbagai institusi pendidikan terkenal dari luar negeri untuk membuka kampusnya di Singapura. Sehingga masyarakat Singapura tidak usah pergi jauh-jauh menimba ilmu di perguruan tinggi terkenal di luar negri karena di negerinya sendiri sudah ada perguruan tinggi tersebut,Mengontrol kualitas dari organisasi pendidikan swasta di Singapura. Sehingga apabila terdapat organisasi pendidikan yang kualitasnya menurun dapat diketahui secara langsung dan nantinya dapat diperbaiki.

sumber : wikipida